Senin, 03 November 2014

Eric Si Pencuri


Oleh: Afifah Amani

London, September 14th 2014 di Barkeley Square

Awan di langit berubah warna menjadi kelabu, pertanda mendung sudah tiba. Suara petir memecah suasana malam itu, diikuti dengan hujan deras yang mengguyur jalanan dan perumahan di Barkeley Street. Suasana mendung malam itu bagaikan suasana tanpa adanya tanda- tanda kehidupan. Jalanan sepi, sepertinya orang- orang lebih memilih berdiam diri di rumah dari pada harus berkeliaran di luar rumah. Hanya tampak mobil sedan hitam yang terparkir di depan sebuah rumah, Barkeley Square. Rumah  itu sudah lama tidak dihuni sejak terdapat  banyak kasus pembunuhan dan di percaya sangat angker. Namun, rumah itu bukanlah sesuatu yang akan dihindari oleh seorang pria yang sedang berada di dalam sedan hitam itu. Rumah itu menjadi salah satu tempat favoritnya. Dan akan selamanya menjadi tempat favoritenya.
Dengan memakai tudung hitam, ia menarik dan menggenggam lengan  seorang wanita yang duduk disampingnya  dengan sangat erat, lalu membawanya keluar dari mobil sedan tersebut. Mereka masuk melalui pintu pagar yang berkarat. Bunyi  ‘’krrrrrriiiikkkkk’’ terdengar saat  si pria mendorong pintu pagar itu. Amanda merasa sedikit was was dengan suasana yang ia lihat di sekitar rumah itu. Pohon ek tua berdiri dengan kokoh di sudut pagar yang membatasi halaman dengan jalan di Barkeley Street. Pohon ek itu terlihat tambah menyeramkan dengan seekor burung elang yang sedang bertengger di salah satu tangkai kokohnya. Rumput- rumput liar menyebar di sekitar halaman rumah, tumbuh dengan sangat tinggi sehingga menutupi rumah yang ada di baliknya. Cat dinding yang sudah mengelupas disana- sini menandakan rumah itu sudah lama tidak dihuni dan tidak diurus. Pria itu, Eric, segera membawa Amanda masuk ke dalam rumah.
 ‘’Kau ingin selamat dan tidak mau dipermalukan kan? Baiklah kau harus bersedia menjalin hubungan cinta denganku!’’ Ujar Eric sembari menatap tajam ke arah Amanda. Dengan tatapan mengancam, ia berusaha sepenuh hati untuk membuat wanita di hadapannya mematuhi apa yang dikatakannya.
Wanita itu, Amanda, mencoba menatap balik mata hitam yang mempesona sekaligus menakutkan seperti elang itu. Ia menemukan kesungguhan yang ada di dalam mata hitam itu. Sejujurnya, ia merasa tidak terancam sama sekali meskipun pria di hadapannya ini menunjukkan keseriusan. Amanda memiliki insting yang kuat dalam membaca situasi dan ia merasa yakin pria di hadapannya ini tidak mungkin akan menyakitinya jika ia menolak cintanya. Entah mengapa, ia memiliki firasat bahwa pria di hadapannya ini tidak akan berbuat macam- macam padanya. Akan tetapi, ia harus tetap waspada. Ia tidak ingin masa lalunya terulang kembali. Masa lalu yang membuatnya sakit hati dan merasa sulit sekali untuk mempercayai pria dengan sepenuh hati. Pikirannya kembali ke masa lalu……..


London, December 15th 2008

     Amanda merasakan pengalaman yang luar biasa saat penyatuan tubuhnya dengan Jack berada di puncak kenikmatan. Rasanya seperti ada aliran listrik yang mengalir melalui pembuluh darahnya. Hanya saja, aliran ini rasanya tidak sakit sama sekali. Jack telah berjanji padanya untuk selalu mencintai Amanda kapanpun, dimanapun, hingga maut memisahkan keduanya. Lidah Jack menari- nari dengan lincah di sekitar mulut Amanda, menciptakan gelombang energi yang luar biasa bagi keduanya. Perasaan cinta keduanya semakin kuat hingga mereka menuju puncak kenikmatan yang luar biasa. Jack tersenyum seraya berkata. ‘’Aku tidak akan pernah meninggalkanmu untuk selamanya’’
Amanda mengangguk dalam diam dan tersenyum. Ia akan mengingat janji itu selamanya. Setiap apapun yang dikatakan oleh Jack, ia akan tetap mengingatnya sampai kapanpun. Hingga waktu itu tiba…..



2 bulan kemudian….

‘’Jack, kau dengar aku? Aku hamil anak kita!’’ Ujar Amanda dengan nada riang saat ia berbicara dengan Jack melalui telepon rumahnya.
‘’Kau sedang berbohong kan Amanda?’’ Jack balik bertanya dengan perasaan sedikit tidak tenang. Entah mengapa, ia tidak senang mendengar kabar bahwa Amanda sedang hamil.
‘’Apa aku terdengar seperti orang berbohong Jack? Aku yakin sekali. Pagi ini aku menemui Dokter Henry dan dia memeriksa keadaanku.  Dan aku positif hamil!’’ balas Amanda masih dengan nada riang dan menggebu- gebu.
Jack tertegun beberapa saat. Tidak. Tidak. Tidak. Bukan ini yang ia inginkan. Ia tidak ingin terikat selamanya dengan Amanda. Ia masih ingin hidup bebas. Jack berpikir keras untuk mencari cara agar ia bisa menghindar dari Amanda. Lalu, terlintas suatu kalimat yang ada di dalam benaknya.
‘’Dengar Amanda, kau pernah mengatakan bahwa kau pernah tidur dengan pria lain sebelum kau tidur denganku, bukan? Bukannya aku tidak mau mengakui bahwa anak yang ada di dalam kandunganmu itu adalah darah dagingku, akan tetapi aku yakin sekali, anak yang kau kandung sekarang ini ada;ah anak dari pria yang menidurimu sebelum aku menidurimu!’’ Ujar Jack dengan nada hati- hati.
‘’Apa kau bilang? Pria sebelum dirimu tidak pernah melakukan hubungan intim denganku. Aku dan dia hanya tidur bersama. Kaulah yang melakukan hubungan intim denganku dengan menitipkan cairanmu di dalamku!’’Amanda merasa ada yang tidak beres dengan Jack. Oh tidak, apakah Jack berniat akan meninggalkan ia dan bayi yang ada di dalam kandungannya? Tidak, jangan sampai itu terjadi.
Jack merasa bimbang. Bagaimana bisa ia akan bertanggung jawab dengan bayi yang dikandung Amanda? Mereka berdua masih belia, berumur 18 tahun, baru menginjakkan kaki di tahun pertama di Abbey Mount High School. Jack belum punya apa- apa untuk bisa menghidupi keluarganya nanti. Ia tahu betul bahwa bayi yang dikandung Amanda adalah darah dagingnya sendiri. Akan tetapi, tidak semudah itu untuk menjalaninya. Tanpa memperdulikan Amanda yang masih menunggu jawaban darinya, ia segera menutup telepon.



2 hari kemudian………

   Asrama sekolah Abbey Mount High School, pukul 8 malam.
      Iseng saja, Amanda mendekat ke jendela kaca kamarnya dan menyentuh permukaannya dengan ujung telunjuk kanannya. Hawa dingin segera menjalari wajah dan lengan kanannya. Dari balik kerai tipis di lantai empat itu, salju tampak turun menggumpal- gumpal seperti kapas yang dituang dari langit. Ketukan- ketukan halus terdengar setiap gumpal salju menyentuh kaca di depan Amanda. Tidak jauh, tampak Trafalgar Square, sebuah lapangan beton yang luas yang dikelilingi gedung- gedung berdinding kelabu di tengah kesibukan London. Amanda menatap pemandangan di luar dengan wajah sendu. Ia masih menunggu kabar dari Jack. Sudah dua hari ia mencoba menghubungi Jack, namun tak ada tanda- tanda Jack menampakkan diri. Ia harus segera melakukan tindakan dengan cepat sebelum Jack menjauh darinya.Ya, ia harus mempertahankan bayi yang ada dalam kandungannya. Jika Jack menjauh darinya, ia akan segera melapor tindakannya kepada kepala sekolah dan orang- orang terdekat Jack. Memberitahu mereka bahwa ia sedang mengandung anak dari Jack. Akan tetapi, Amanda masih bimbang dengan itu semua. Ia segera mengambil jacket tebal yang tergantung di balik pintu kamarnya. Ia segera memakainya, lalu menuju rak sepatu untuk mengambil spatu boot coklatnya. Tak lupa ia memakai syal favoritenya. Ia segera melangkah keluar, menuju lift hingga ke lantai dasar. Ia pun segera menghirup udara malam.
Bunyi gemeretak terdengar setiap sepatu bootnya menginjak onggokan salju tipis yang menutupi permukaan trotoar. Amanda menatap langit diatasnya dan  tidak menemukan sesuatu yang menarik karena langit sedang tidak berwarna. Hanya tampak gumpalan salju yang turun dari langit. Ia tidak menyadari bahwa malam itu ia tidak akan memiliki bayi lagi dalam kandungannya. Ia tidak menyadari ia akan kehilangan bayi itu secepat mungkin. Hingga tiba- tiba…..
Sebuah tangan kekar dengan menggunakan sarung tangan menarik lengan Amanda dan segera membungkam mulut Amanda dengan satu tangan sementara tangan lainnya mencengkeram kedua tangan Amanda dengan kuat. Amanda yang merasa kejadian itu terjadi begitu cepat berusaha teriak untuk meminta pertolongan. Akan tetapi suaranya teredam dibalik tangan yang kekar itu. Samar- samar ia melihat siapa pria yang membungkamnya saat ini. Pria itu memakai topi dan kaca mata hitam. Lalu, pria tersebut segera menarik Amanda memasuki sebuah mobil sedan hitam.  Jalanan malam itu sepi, sehingga pria itu dengan mudah meringkus Amanda.
‘’Kau akan menggugurkan bayi itu atau kau akan mati ditanganku. Dan jika kau teriak saat ini juga, akan kubunuh kau!’’ seru pria itu dengan suara memaksa. Ia pun membuka kacamata dan topi hitamnya,dan Amanda menyadari siapa pria itu. Astaga, itu Jack, ayah dari bayi yang dikandung Amanda.Jack, apa yang kau lakukan? Teriak Amanda di dalam hati. Dengan satu tangan yang masih membungkam mulut Amanda, Jack berusaha mendesak Amanda.
‘’Akan kubawa kau kerumah sakit dan menemui Dokter Henry saat ini juga. Kau harus segera menggugurkan bayi itu malam ini! Kau dengar aku? Jika kau berani- berani melaporkan kejadian in pada orang lain,  kau akan mati diatanganku! Aku juga akan membayar dokter Henry untuk ini. Dengar, aku tidak ingin memiliki anak di usiaku yang masih 18 tahun ini! ’’ ujar Jack dengan nafas memburu seraya menatap tajam kea rah Amanda yang sudah mengucurkan air mata di kedua pipinya.
Kejadian itu berlangsung dengan cepat hingga Amanda pun menggugurkan bayi yang ada di dalam kandungannya dengan berat hati. Di dalam hati, ia merasa muak dengan sikap Jack. Semuanya hanya omong kosong. Jack berjanji padanya bahwa Jack tidak akan pernah meninggalkannya. Akan tetapi, setelah kejadian malam itu, Jack pergi meninggalkan Amanda tanpa meninggalkan kabar sedikitpun. Amanda menangis dalam kesendirian. Kini ia tidak memiliki siapa- siapa. Anaknya telah tiada, dan kekasih hatinya telah pergi. Ia tidak bisa berbuat apa- apa. Ia merasa malu pada keluarganya. Ia malu ia memiliki anak di umurnya yang masih belia. Kakaknya pasti mengatakan: ‘’Kau saja yang bodoh. Kenapa kau tidak bermain aman dengan si keparat itu?’’. Tidak. Ia tidak akan menceritakan pada siapapun bahwa ia sudah pernah memiliki anak.
Hingga satu bulan kemudian. Ia mendengar kabar Jack tewas kecelakaan di arena balap liar bersama kedua temannya. Mampus kau keparat. Matilah dan pergilah ke neraka. Amanda tersenyum bahagia mendengar kabar itu. Sejak saat itu, ia sulit mempercayai pria manapun dan berjanji tidak akan pernah menjalani hubungan serius dengan pria manapun. Selama ia bersekolah di Abbey Mount High School hingga tahun ketiganyanya kuliah di  Westminster University dengan beasiswa penuh karena nilai- nilainya yang tinggi, Amanda selalu bermain- main dengan pria manapun yang ia pacari. Setelah Jack, ia berjanji tidak akan mempercayai pria manapun.
Hingga akhirnya….


London, Agustus 17th 2014
   
Seorang pria misterius, Eric,  baru saja lulus dari University Of College London dengan prestasi yang biasa- biasa saja masuk ke dalam kehidupan Amanda. Keduanya bertemu di National Gallery di sekitar Trafalgar Square. Amanda sedang mengagumi lukisan karya Leonardo Da Vinci yang berjudul ‘’The Virgin Of The Rocks’’ dan juga puisi- puisi William Shakespeare di bagian rak buku yang menyimpan karya sastra Inggris dari zaman Victoria hingga Elizabeth. Ia menikmati metafora ‘’seks’’ yang ada di setiap puisi William Shakespeare. Entah mengapa, ia senang mempelajari budaya orang Inggris dari zaman kuno hingga saat ini. Ia membaca sebuah jurnal yang berjudul:’’ Keperawanan Dalam Budaya Masyarakat: Kajian Feminisme’’. Ia menikmati setiap kata yang ditulis di dalam jurnal tersebut. Ia benar- benar menjiwai setiap kata di dalam kalimat itu.
‘’Wow, kau mempunyai selera yang bagus nona cantik!’’Sebuah suara berat namun berwibawa mengagetkan Amanda. Ia berpaling dan melihat seorang pria tampan dengan wajah dingin dan bola mata hitam yang mendalam seolah- olah ingin menelan Amanda dan masuk ke dalam bola mata hitam itu.
‘’Oh hai, hmm…aku tidak bisa mengatakan seleraku itu bagus. Hanya orang lain yang dapat menilainya dan kurasa kau sudah mengatakan penilaian itu!’’ ujarnya sambil tersenyum dan memperkenalkan diri. Keduanya berjabat tangan. Pria itu, Eric, merasakan sesuatu yang berbeda dari wanita yang ada di hadapannya ini.
‘’Aku rasa kau mengambil jurusan Sastra Inggris, bukan begitu nona?’’ Tanya Eric.
‘’Panggil aku Amanda saja. Dan ya, tebakanmu benar. Mungkin kau melihatku sedang membaca jurnal Feminisme ini!’’ jawab Amanda seraya mengembalikan jurnal itu di rak buku.
‘’Ya! Hey..kau tidak harus meletakkan jurnal itu kan? Lanjutkan saja membaca. Maaf aku sudah mengganggumu!’’ Jack mencoba berbasa- basi.
‘’Tidak masalah. Aku bisa kesini lain kali. Lagi pula, aku harus menemui temanku yang bekerja di kafe Burgin & Burke yang ada di ujung jalan itu. Kau mau ikut? Kita bisa menikmati segala macam jenis kopi yang ada disana!’’ Amanda segera melangkahkan kaki keluar dari National Gallery dan diikuti oleh Eric yang menganggukkan kepala tanda setuju.



Seminggu Kemudiaaan……

‘’Ayolah, Eric itu berbahaya. Tidakkah kau tahu ia sudah menjadi  buronan banyak polisi di tujuh negara. Ia dituduh mencuri uang Perdana Menteri Inggris, dan setiap hari ia hanya bekerja untuk meretas beberapa website rahasia yang begitu penting. Ia meretas akun- akun orang penting dan mencuri banyak uang!Kau tak boleh boleh berhubungan dengan pria itu!’’ seru Clarissa, teman baik Amanda, saat mereka sedang menikmati makan siang di kantin kampus.
‘’Tapi, kenapa ia terlihat seperti bebas berkeliaran di dunia nyata? Seharusnya polisi sudah meringkusnya!’’ alis Amanda berkerut tanda ia berpikir keras.
‘’Amanda, ingat aku juga bisa melihat apa yang dia lakukan dengan website- website rahasianya itu. Aku juga sudah lama belajar akan hal itu. Aku bisa membaca obrolannya dengan orang- orang terdekatnya dan mengancam mereka untuk tidak melaporkannya pada polisi. Lihat ini. Ini foto- fotonya nya terdahulu. Berbeda dengan yang sekarang. Itu berarti ia sering melakukan operasi plastic agar wajahnya tidak dikenali oleh polisi. Dan, perlu kau tahu, mungkin saja nama aslinya bukan Eric!’’ ujar Mark, pria yang menjadi teman dekat Amanda semenjak  tahun pertama, dengan yakin.
Amanda merasa beruntung memiliki teman- teman yang peduli akan dirinya. Dan perasaan cintanya  mulai menaruh curiga dengan Eric. Siang itu, ia menerima sebuah misi dari teman- temannya.  Jika ia berhasil menangkap Eric dan melaporkannya pada polisi, ia akan mendapatkan duit sejumlah 2 milliar dari Ayah Mark yang kaya. Ayah Mark adalah sahabat baik dari Perdana Menteri Inggris saat ini.
Lalu, mulailah Amanda melancarkan misinya.
Siang itu, ia menuju apartemen St. Hall Santiago yang berada di ujung jalan. Eric tinggal disana dan Amanda yakin sekali siang itu Eric sedang beristirahat di apartemennya. Ia pun mengikuti orang- orang yang menaiki lift, dan segera menuju lantai 5 apartemen tersebut. Ia melihat pintu kamar Eric tertutup. Dengan pelan namun pasti, ia membuka gerendel pintu tersebut dan dengan mudah memasuki ruangan itu. Aneh. Kenapa Eric tidak mengunci pintu kamarnya? Amanda mencoba berhati- hati dengan setiap langkah kakinya. Sambil membawa pistol di tangannya, ia bersiap siaga dengan segala kemungkinan yang terjadi. Di satu sisi, ia merasa bodoh karena ia tidak memiliki skill dalam hal penangkapan ini. Tetapi di sisi lain, ia membutuhkan uang seharga 2 milliar itu untuk masa depannya nanti.
Tiba- tiba seorang pria berjalan menuju pintu terbuka di ruang tengah tempat Amanda berdiri. Itu Eric.
‘’Kau bajingan! Menyerahlah sebelum ku potong penismu!’’ seru Amanda dengan suara mantap seraya menodongkan pisau dan pistol ke arah pria itu.
‘’HoHoho, Amanda, apa yang sedang kau lakukan? Letakkan benda- benda berbahaya itu dan kita bisa berbicara. Ada apa denganmu? ‘’ Eric mengangkat alis kanannya. Masih dengan pistol dan pisau di tangannya, Amanda masih tetap bersikap siaga sambil tetap fokus dengan gerak- gerik Eric.
‘’Kau pencuri dan aku tahu para polisi sangat sulit untuk melacakmu saat ini! Tapi kau tidak bisa membodohiku. Aku sudah disini dan jangan pernah remehkan aku sebagai wanita!’’ teriak Amanda.
‘’Well, well, well…jadi kau sudah mengetahui reputasiku. Hebat juga kau ini. Padahal aku tidak pernah cerita apa- apa tentang diriku padamu!’’ ujar Eric seraya tersenyum simpul dan menanggapi perkataan Amanda dengan santainya.
Amanda yang sudah memendam amarahnya, segera bergerak dengan cepat. Ia segera menekan tombol pistolnya dan mengarahkannnya ke arah kaki Eric. Namun….
Aneh pistolnya tidak berfungsi sama sekali. Amanda bersumpah ia sudah mengisinya dengan peluru sebelum ia datang ke apartemen ini. Oh tidak, ini tidak boleh terjadi. Apa yang akan terjadi denganku nanti?. Eric yang sedari tadi masih menanggapi Amanda dengan santainya, kembali tersenyum dan berkata.
‘’Kau bahkan tidak bisa membedakan mana pistol yang berisikan peluru atau tidak, nona cantik! Kau bahkan tidak memikirkan sebelumnya bahwa aku sudah pasti akan mengawasimu selama ini, bahkan sebelum kau menerima misi bodoh ini dari teman- temanmu yang sok tahu itu!’’
Oh tidak, pikir Amanda. Darimana ia tahu aku sedang dalam misi penangkapan atas diri Eric? Dan kenapa ia harus mengawasi Amanda?. Seolah- olah sedang membaca pikiran Amanda, Eric segera mengatakan: ‘’Setiap orang yang dekat denganku, sudah pasti akan kuawasi. Kurasa kau tahu bahwa teknologi saat ini sudah maju dan aku bisa mengawasi gerak- gerikmu.       Aku sudah bisa memastikan bahwa cepat atau lambat, kau akan menaruh curiga padaku! Dan perlu kau tahu, pada saat kau sedang mandi, aku datang ke apartemenmu dan segera menyelinap melalui jendelamu yang terbuka. Aku menemukan pistol itu dan segera mengosongkan isinya!’’.
Amanda yang merasa dibodohi, muak dengan sikap sok tenang yang dimiliki Eric. Dengan kemampuan bela diri yang pernah ia pelajari saat bersekolah di Abbey Mount High School, ia mencoba menerjang melawan Eric. Eric mampu menepisnya dengan secepat kilat, dengan menahan tangan kanan Amanda. Namun, Amanda tak kalah cepat. Ia segera menggunakan kedua kakinya untuk menyerang selangkangan Eric. Dan….kena. Ya, Eric merasakan sakit yang luar biasa pada selangkangannya. Namun, ia tidak ambil pusing akan hal itu sebab ia sudah sering mendapatkan serangan itu saat orang- orang mencoba memburunya selama ini. Ia punya pertahanan yang kuat. Dengan insting yang kuat, ia segera menangkap kedua kaki Amanda, hingga Amanda jatuh terduduk dengan bokongnya menyentuh lantai. Amanda merasakan sakit yang luar biasa dan ia susah untuk berdiri.  Dalam hati ia mengutuk perbuatan Eric. Dasar kau bedebah sialan. Kalau saja badanku lebih besar dari badanmu, sudah ku cincang kau menjadi potongan- potongan daging kecil.  Eric segera menyodorkan tangan kanannya, berniat untuk menolong Amanda berdiri.
Amanda tidak segera menyambut ajakan itu. Ia berusaha keras menemukan titik lemah dari pria kekar di depannya ini. Ia mencoba menebus bola mata hitam Eric, mencari- cari apakah Eric sengaja menolongnya untuk kemudian menghancurkannya nanti. Suatu pikiran terlintas di benak Amanda. Aku harus mengalahkannya. Dengan bersikap menyambut tangan yang disodorkan Eric untuk menolongnya, Amanda bertumpu pada tangan itu, mencoba berdiri dan……
‘’Ouch….apa yang kau lakukan nona?’’ teriak Eric dengan wajah merah padam yang mengkerut. Amanda memutar balikkan lengan kanan Eric dan menahan lengan itu dengan tangan kirinya sendiri.
‘’Apa? Kenapa? Kau kesakitan? Ohhh kasihan sekali!’’ Amanda terkekeh sambil menunjukkan wajah mencemooh di depan Eric. Eric yang merasa sudah dipermalukan segera menemukan cara untuk menyerang wanita cantik di hadapannya ini. Akan tetapi…ah ia tak mampu melakukannya. Eric tak mau menyakiti wanita ini. Suatu pikiran terbersit di benak Eric. Sial, wanita ini cantik dan tangguh. Ah, apa aku jatuh cinta padanya? Ya, memang aku sudah mencintainya sejak pertama kali kami bertemu di National Gallery.  Tidak. Tidak Eric. Fokus. Dia bisa saja menyerangmu.
Dengan tangan kiri Amanda yang masih menahan lengan kanan Eric, Eric berusaha untuk melepaskan tangan kanannya dari cengkeraman kuat Amanda. Sial, kenapa wanita ini begitu kuat? Maksudku, sangat tangguh untuk ukuran wanita sepertinya. Eric masih bertanya- Tanya dan tetap berusaha melepaskan cengkeraman Amanda di tangan kanannya. Dengan sekali dorongan, ia berhasil meloloskan diri, dan dengan tidak memberikan kesempatan untuk Amanda, ia segera menyerang wanita itu kembali dengan meringkus kedua tangannya dan mengarahkannya kea rah dinding. Ia merebut pisau kecil di tangan Amanda dan menjatuhkannya ke lantai. Dengan menekan Amanda ke arah dinding, Eric mendekatkan wajahnya ke wajah Amanda dan menemukan suatu kemarahan yang luar biasa di dalam bola mata hitam wanita it. Amanda benar- benar menginginkan uang 2 milliar itu. Eric yakin sekali akan hal itu. Tapi, kau salah besar Amanda, ujar Eric di dalam hati. Kau tidak tahu siapa dan apa sebenarnya diriku ini. Apa yang dulu sudah dilakukan orang- orang padakulah yang membuatku seperti ini. Kau salah besar menilaiku Amanda.
‘’Kau tidak akan kemana- mana nona manis. Kau akan tetap tinggal di apartemenku untuk sementara waktu hingga kau tidak berniat lagi menangkapku dan melaporkanku pada polisi!’’ Eric mencoba meyakinkan Amanda.
‘’Kau kira aku idiot, brengsek? Aku tidak semudah itu diperintah dengan omong kosongmu itu. Mana mungkin aku akan berhenti dalam misi ini!’’ Amanda berteriak dengan suara yang mantap.
‘’Terserah kau saja. Aku akan pergi sebentar, dan kau tinggal disini. Aku memiliki kemeja di lemari untuk kau pakai. Ada sedikit makanan di kulkas. Kalau habis, kau bisa menghubungiku. Di meja makan terdapat makanan siang dan aku tidak akan memakannya siang ini, karena aku sudah berjanji untuk makan di luar bersama teman sekolegaku!’’ Eric berkata dengan suara lunak sambil berjalan kea rah pintu kamarnya. Amanda merasa heran dengan sikap Eric. Kenapa ia malah menawariku makanan dan tinggal disini? Aneh. Bukankah seharusnya ia menyerangku karena sedang berusaha menangkapnya dan melaporkannya pada polisi? Benar- benar tidak bisa ditebak, pikir Amanda. Ia tetap bersikap waspada kalau- kalau Eric hanya berpura- pura melakukan semua ini.
‘’Maaf nona, kuncinya akan kubawa dan aku akan kembali lagi!’’ seru Eric sambil memutar gerendel pintu dan terdengar bunya klik pertanda pintu sudah dikunci.
Amanda, dengan perasaan bingung dan takut, segera berlari kea rah pintu dan terlambat untuk membukanya. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi, ia penasaran dengan apa yang disembunyikan Eric di apartemennya ini, namun di sisi lain ia merasa takut kalau- kalau Eric kembali lagi sambil membawa anak buahnya. Amanda harus tetap waspada.
Ia berbalik dan mengamati seluruh isi apartemen Eric itu. Amanda tidak heran dengan kemewahan yang ia temui di ruangan itu, sebab ia yakin sekali bahwa Eric mendapatkan semua ini dari hasil curiannya. Kasur yang empuk dengan pendingin ruangan sekaligus perapian yang hangat membuat suasana di apartemen itu terasa nyaman. Di salah satu meja, Amanda menemukan sekumpulan boneka kecil yang lucu dihiasi dengan indahnya lampu- lampu kecil yang menggantung di dinding disamping mereka. Aneh, Eric terlihat seperti pria kekar dan tangguh. Tapi kenapa ia menyimpan banyak boneka? Lihat, ada boneka Barbie juga. Dasar aneh, pikir Amanda.  Entah apa yang membuat Amanda mengantuk, namun ia yakin sekali suasana apartemen yang sangat nyaman itulah yang membuatnya ingin segera tertidur. Tapi..tidak. tidak Amanda. Kau harus tetap berjaga- jaga hingga Eric kembali lagi. Kau tak boleh lengah. Pikiran di dalam benak Amanda mengajaknya untuk tetap waspada, namun kedua matanya tidak bisa diajak untuk kerjasama dengan pikiran Amanda. Sambil merebahkan diri di kasur yang empuk itu, Amanda memejamkan mata dan tertidur……………


***

Matahari sore terbenam di ufuk barat ketika Amanda melihat pemandangan itu masih dengan setengah tidak sadar melalui jendela kaca besar apartemen Eric. Amanda berjalan ke kamar mandi dengan lunglai  untuk mencuci muka. Amanda benar- benar perlu untuk mencukupkan tidurnya setelah semalaman suntuk ia memikirkan bagaimana caranya untuk bisa meringkus Eric dan juga menyelesaikan tugas- tugas menyebalkan yang diberikan dosen padanya. Ia memutar keran air di westafel, membasuh muka, dan menatap wajahnya di cermin. Wajah lelah menampakkan diri melalui cermin yang ia lihat dan Amanda hanya bisa mendesah. Gila, aku tertidur selama 2 jam di tempat orang asing. Di tempat seorang pencuri, pikir Amanda. Ia menatap cermin sekali lagi dan……...
Ia menyadari terdapat sesuatu yang berbeda di dirinya. Ya, apa itu yang kupakai? Pikirnya. Amanda melihat pantulan dirinya di cermin sedang menggunakan kemeja lengan panjang berwarna putih dengan hanya memakai celana dalam saja. Ia pun segera menyadari bahwa itu sudah pasti Eric yang mengganti bajunya ketika ia tertidur. Ah, berarti ia sudah pulang. Tapi kenapa ia tidak memunculkan diri sejak aku terbangun tadi? Amanda bertanya- Tanya. Masih penuh dengan keraguan, ia segera menuju bath-up, membuka kancing kemejanya, dan segera memanjakan diri dengan air hangat yang keluar dari shower. Ia butuh kesegaran. Ia butuh mandi. Setelah beberapa menit, Amanda berjalan ke pintu kamar mandi untuk mengambil handuk yang tergantung di balik pintu. Hingga tiba- tiba..
BRAAKKKKK!!!! Seseorang mendorong pintu kamar mandi dengan keras hingga terbuka. Amanda yang sama sekali belum sempat melilitkan handuk itu di badannya tertegun dengan wajah kaget yang luar biasa. Di depannya, seorang pria kekar dan tampan berdiri dengan gagahnya dengan menunjukkan wajah kaget juga.  Eric.
Ia terpana melihat pemandangan indah yang disuguhkan di depannya. Amanda dengan tubuh yang indah, berkulit eksotis, sedang berdiri di depannya tanpa menggunakan sehelai benangpun yang melilit di tubuhnya. Mata  Eric segera tertuju pada kedua gundukan indah di sekitar dada Amanda dan langsung mengaguminya. Eric ingin sekali membelai dan memagut kedua gundukan indah itu di tangannya. Ukurannya sangat pas untuk genggaman seorang pria seperti dirinya. Lalu, seperti sudah terdorong untuk melakukannya, Eric juga melihat sebuah bulu halus yang tumbuh di antara kedua kaki Amanda yang jenjang. Pemandangan yang indah, pikir Eric.
Amanda, yang masih diam terpana dengan kekekaran pria tampan di hadapannya segera melilitkan handuk di tubuhnya dan mendadak marah.
‘’Kau! Apa yang kau lakukan disini? Masuk tanpa izin. Tidakkah kau mendengar suara air dan menandakan bahwa seseorang sedang mandi? Lain kali kau harus belajar sopan santun!’’ Amanda menentang pria di hadapannya.
‘’Aku baru saja tiba dan tidak mendengar apa- apa. Aku ingin mencuci muka dan aku tentunya bebas memasuki kamar mandiku sendiri. Dan salahmu sendiri. Kenapa pintunya tidak kau kunci?’’ Eric segera membasuh mukanya di westafel.
 Sial, pikir Amanda. Ada benarnya juga dia. Kenapa aku tidak mengunci pintunya tadi? Ah dasar bodoh. Pelupa, teriak Amanda di dalam hati. Eric kembali berujar:
‘’Lagipula, kurasa kau juga harus belajar sopan santun nona. Kalau kau mengatakan aku masuk tanpa izin dan melanggar sopan santun, lalu bagaimana denganmu yang masuk tanpa izin ke apartemenku sambil menodongkan pistol dan pisau bodohmu itu?’’ Eric tersenyum terkekeh.
Amanda merasa Eric pintar memutarbalikkan kata. Dia memang benar. Tetapi dalam kasus seperti ini, bukan ia yang harus belajar sopan santun, tapi Eric.
‘’Ya, aku masuk ke apartemenmu tanpa izin demi tugas suci untuk menangkap seorang pencuri. Dan kurasa itu berterima dan bukan merupakan suatu kesalahan. Kau lah yang butuh belajar sopan santun. Lagipula kau memang butuh belajar itu setelah kau mengganti bajuku menjadi kemeja lengan panjang saat aku tertidur. Kau apakan aku? Berani- beraninya membuka bajuku saat aku tertidur!’’ Amanda mencibir Eric.
‘’ Tenang Amanda. Aku sudah dilatih untuk menyerang musuh di dalam kegelapan tanpa cahaya sedikitpun tanpa aku harus  melihat mereka. Aku hanya butuh insting perasa dan aku memiliki itu. Jadi, itu berarti aku bisa mengganti pakaianmu dengan kemejaku tanpa melihatmu sama sekali!’’ ujar Eric dengan suara mantap. Amanda terdiam dan diam- diam mengagumi bakat pria itu. Entah apa yang membuatnya berpikir bahwa Eric itu adalah seorang pria hebat. Dan ia tertarik dengan pria yang membuatnya penasaran.
Tetapi, Amanda kembali teringat dengan misinya. Sambil mengganti pakaian dan merapikan rambutnya, ia memakai sepatu bootnya.
‘’Hey..kau pikir kau akan pergi kemana Amanda? Kau akan tetap tinggal disini untuk sementara waktu!’’ teriak Eric sambil menutup pintu dan menguncinya.
‘’Ini sudah sementara waktu dan aku harus pulang untuk menemui teman- temanku. Aku ada janji pertemuan dengan mereka mala ini!’’ Amanda berjalan kea rah Eric, mencoba menyingkirkan tubuh Eric yang masih menghalangi pintu.
‘’Hohoho…Itu tidak akan kubiarkan. Kau pikir aku idiot? Kau pikir aku akan membiarkanmu menemui teman- teman bodohmu itu, lalu melaporkanku pada polisi dan menggeledah apartemenku? Kau tahu, sejauh ini, hanya kau yang tahu dimana aku tinggal karena sejak awal kita bertemu, aku sudah mengatakannya padamu!’’ Eric memamerkan deretan gigi putih sambil tertawa mencemooh.
Amanda merasa dipermainkan dan mulai menerjang Eric dengan menggunakan skill bela dirinya.  Sejujurnya, Eric kagum dengan kemampuan wanita di hadapannya ini. Akan tetapi, ia sudah memiliki cara untuk menyelesaikan masalah seperti ini. Ia berhasil menangkap kedua tangan Amanda, mengikatnya ke belakang dan membungkam mulut Amanda dengan satu tangan. Eric sudah berjanji ia tidak akan menyakiti Amanda. Hanya saja, Amanda harus dibuat tenang terlebih dahulu untuk kemudian tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Dengan berhati- hati, Eric mengambil tali pengikat yang ada di atas lemari, melilitkan tali itu di pinggangnya dan pinggang Amanda, dan meletakkan tumpuan tali di tengah- tengah lantai apartemen Eric. Melalui jendela belakang apartemen, Eric menuruni lantai 5 apartemennya sambil berpegang kuat pada tali dan masih menggendong Amanda di pelukannya. Ia melewati dinding luar belakang apartemen dengan hati- hati. Ia tahu orang- orang akan mengenalinya, oleh karena itu ia segera memakai penutup kepala sebelum para petugas apartemen menyadarinya. Amanda merasa jantungnya berdegup dengan cepat saat mereka mulai menuruni lantai demi lantai dengan menggunakan tali dan bertumpu pada dinding belakang apartemen. Suasan di belakang apartemen gelap. Pantas saja Eric memilih lewat belakang, gumam Amanda. Ia tak bisa berteriak sama sekali sebab Eric sudah membungkam mulut Amanda dengan plester hitam dengan sangat eratnya.
Kedua orang petugas apartemen segera melihat Amanda dan Eric yang  masih bergantung pada tali di dinding. Sebentar lagi mereka akan menginjak tanah. Namun, kedua petugas itu segera menodongkan pistol ke arah Eric. Tetapi, mereka terlambat. Eric sudah menekan tombol pistolnya terlebih dahulu dan segera mengarahkannya ke arah dada kedua petugas itu . Amanda segera menyadari bahwa mereka belum mati. Pistol yang dimiliki Eric bukanlah pistol untuk membunuh orang. Akan tetapi hanya membuat orang tidak sadarkan diri untu sementara waktu.
‘’Dengar Amanda, aku tidak akan pernah membunuh orang yang tidak memiliki masalah denganku! Kedua petugas itu hanya menjalankan tugasnya dengan baik untuk menjaga keamanan apartemen ini. Jadi, aku hanya membuat mereka tidak sadarkan diri untuk sementara waktu!’’ ujar Eric sambil berlari membawa Amanda kearah mobil sedan hitam yang terparkir di belakang apartemen.
Aku tahu, dasar idiot! Pikir Amanda. Ayahku pernah menjadi tentara dan aku tahu bentuk pistol yang kau gunakan tanpa kau menjelaskannya.  Amanda hanya bisa mengikuti apa yang diperintahkan Eric padanya. Setelah ia bebas nanti, ia bersumpah ia akan mencincang Eric hingga menjadi potongan- potongan kecil. 
Ketika di dalam perjalanan, Eric mengatakan sesuatu yang membuat Amanda terkejut.
‘’Aku ingin jujur padamu. Sejak pertama kali kita bertemu di National Gallery waktu itu, aku sudah menyukaimu dan jatuh hati padamu. Aku tidak berbohong. Dan aku berjanji untuk tidak pernah menyakitimu seumur hidupku! Kalau aku tidak menyukaimua, mungkin aku sudah menewaskanmu di apartemenku saat kau masuk tanpa izin!’’ Eric menepikan mobil sedan itu dan menatap wajah Amanda dan menunjukkan kesungguhan yang luar biasa. Di kanan kiri mereka, terdapat hutan yang lebat dan deretan  pohon- pohon pinus yang berhembus ditiup angin malam. Merasa sudah aman, Eric segera melepaskan plester yang menutupi mulut Amanda. Amanda segera menghirup nafas dalam- dalam dan menatap Eric dengan kebencian yang sangat mendalam.
‘’Kau kira aku akan percaya padamu idiot? Aku bersumpah aku tak akan pernah berpacaran dengan seorang pencuri sepertimu! Aku tak mau berurusan denganmu!’’ teriak Amanda.
‘’Terserah apa katamu! Aku sudah jujur!’’ Eric kembali menghidupkan mesin mobil sedan dan mulai menyetir menembus kegelapan malam di jalanan yang penuh dengan pohon pinus itu. Sebentar lagi, mereka akan tiba di Barkeley Square, rumah paling angker yang ada di London. Rumah yang menjadi markas besar Eric bersama kedua teman baiknya yang menjaga hasil curian mereka di rumah itu. Mereka beroperasi selama yang mereka mau, menggunakan computer canggih yang mereka dapatkan dari uang hasil curian mereka.
                                                                                


                                                                      ***
  

  Amanda tersadar dari lamunannya. Bagaimana bisa ia menemui seseorang seperti Eric? Sial. Aku seharusnya tidak menggubrisnya waktu kami bertemu di National Gallery. Kini, Eric sedang mengancamnya. Mengancamnya untuk mati jika ia tidak menerima cinta Eric. Eric segera mengunci pintu depan Barkeley Square, dan masih dalam keadaan gelap, ia membimbing Amanda menuju ruangan lain diruang bawah tanah rumah angker itu. Merasa sudah aman, Eric segera melepaskan tali ikatan yang mengikat kedua tangan Amanda.
Kali ini, Amanda tidak ingin melakukan kebodohan yang sama dengan menerjang Eric. Ia hanya terdiam sambil bersikap waspada dengan segala kemungkinan yang terjadi.
‘’Perkenalkan ini kedua temanku, Steven dan Justin!’’ Eric mengajak Amanda untuk berkenalan dengan Steven dan Justin. Mereka berjabat tangan. ‘’Kau bisa istirahat sebentar sementara aku akan tidur untuk 2 jam!’’ tambah Eric sambil memasuki ruangan lain yang Amanda pikir adalah sebuah kamar.
‘’Ehm…menyenangkan bukan memiliki seorang pacar seperti Eric? ‘’ Steven yang bermata biru dan rambut pirang dengan wajah tirus segera membuka percakapan dengan Amanda sambil menatap layar komputernya.
‘’Menyenangkan kau bilang? Aku  bahkan tidak berpacaran dengannya! Dia itu kasar dan tidak sopan!’’ balas Amanda.
‘’Apa kau yakin nona? Selama ini dia banyak bercerita tentang dirimu. Betapa lucunya kau saat tertawa, kau pintar dengan memiliki segudang prestasi di kampus, dan kau mengajarinya bahasa Perancis.!’’  Steven tersenyum sambil mengangkat alis kanannya . 
Amanda terdiam. Ia tidak menyangka Eric sudah banyak bercerita tentang dirinya pada kedua temannya ini. Apakah Eric benar- benar mencintainya? Ah, Amanda harus tetap mencari tahu meskipun sudah ada beberapa bukti yang menurut Amanda sangat kuat untuk menunjukkan bahwa Eric benar- benar mencintainya. Salah satunya, Eric tidak melukai dirinya pada saat ia tertidur di apartemennya. Eric justru menyediakan makanan untuknya. Dan lagi, ia bisa saja membunuh Amanda saat itu juga. Tapi kenapa Eric tidak melakukannya? Amanda harus mencari tahu.
‘’Lihat ini. Ia menyimpan banyak fotomu dan mengambilnya pada saat kau tidak sadar. Lihat ini ketika kau sedang membaca buku di National Gallery!’’ ujar Steven sambil menunjukkan beberapa foto Amanda di layar computer. Amanda melihat dirinya sedang membaca buku di National Gallery, Amanda melihat dirinya sedang tertawa lepas saat menikmati kopi dingin di Burgin & Burke, dan Amanda melihat dirinya sedang  menulis dengan serius di meja perpustakaan kampusnya. Amanda ingat itu semua. Semua foto ini diambil pada saat ia sedang menikmati waktu berdua dengan Eric. Astaga, Eric tertarik padaku. Tapi, apa yang harus kuperbuat? Pikir Amanda. Aku membutuhkan uang 2 milliar itu dan misi ini bergantung di tanganku. Tapi,,,tapi,,, bagaimana jika aku benar- benar mencintai Eric juga? Oh tidak…dia itu seorang pencuri dan menjadi buronan polisi di tujuh negara.
Amanda tidak menanggapi Steven yang masih menunggu jawaban dari dirinya. Ia justru melangkahkan kaki dengan pelan untuk mengitari ruangan itu. Tempat ini benar- benar menyeramkan, pikir Amanda. Matanya tertuju pada sebuah laci dengan kunci yang tergantung disana. Dengan pelan namun pasti, ia memutar kunci tersebut dan terdengar bunyi ‘’klik’’. Steven dan Justin sepertinya sedang terlibat dalam percakapan serius sambil terus mentatap layar computer mereka. Amanda merasa punya kesempatan untuk memperhatikan isi laci tersebut. Hanya terdapat sebuah amplop coklat besar. Amanda meraih amplop tersebut dan memeriksa isinya. Hal pertama yang ia temukan adalah sekumpulan foto dengan wajah pria- pria yang berbeda. Ia melihat wajah Eric di salah satu foto dan itu masih baru. Tertera tahun pengambilan foto disana. 2014. Lalu, Amanda menyadari sesuatu. Semua foto itu memiliki tanda tangan yang sama di bagian belakang. Hanya saja, nama yang tertera dibawah setiap tanda tangan adalah berbeda. Foto di tahun 2005, terdapat nama Thompson. Foto di tahun 2006, terdapat nama Sebastian. Foto di tahun 2008, terdapat nama Harry. Foto di tahun 2010, terdapat nama Louis. Foto di tahun 2012, terdapat nama Joe. Foto di tahun 2013, terdapat nama Thomas. Dan terakhir, foto di tahun 2015, terdapat nama Eric. Ya, Eric dengan wajahnya yang sekarang. Tiba- tiba Amanda ingat perkataan Mark saat mereka membicarakan tentang Eric.
‘’Amanda, ingat aku juga bisa melihat apa yang dia lakukan dengan website- website rahasianya itu. Aku juga sudah lama belajar akan hal itu. Aku bisa membaca obrolannya dengan orang- orang terdekatnya dan mengancam mereka untuk tidak melaporkannya pada polisi. Lihat ini. Ini foto- fotonya nya terdahulu. Berbeda dengan yang sekarang. Itu berarti ia sering melakukan operasi plastic agar wajahnya tidak dikenali oleh polisi. Dan, perlu kau tahu, mungkin saja nama aslinya bukan Eric!’’
Mark sudah lebih dulu melacak keberadaan Eric dan mungkin saja ia benar. Eric mengubah wajahnya setiap tahun agar orang- orang dan polisi tidak mengenalinya. Ia juga mengganti namanya setiap tahun. Wow! Nekat sekali ia. Jadi, siapa nama sebenarnya? Pikir Amanda.
Seolah membaca pikiran Amanda, Justin segera mengatakan:
‘’Well, itu masa lalunya. Sangat mengkhawatirkan. Aku ingat saat pertama kali ia dijebloskan ke dalam penjara hanya karena menolong seorang anak perempuan yang sedang disakiti oleh anak Perdana Menteri Inggris keparat itu disaat Eric berumur  13 tahun. Ia hanya menampar wajah anak itu dan mengakibatkannya masuk penjara Inggris hanya karena ia menampar anak seorang Perdana Menteri! Hah, sungguh tidak adil! Entah apa yang membuat Perdana Menteri Inggris sangat membenci Eric. Tapi aku yakin, itu semua ada hubungannya dengan Ayah Eric. Ayah Eric pernah memalukan sang Perdana Menteri saat Ayah Eric mendapatinya melakukan kecurangan dalam politik. Disamping itu, Perdana Menteri telah memperkosa calon istri dari Ayah Eric karena ia tertarik dengan wanita itu. Berhubung wanita itu tidak tertarik pada sang Perdana menteri dan mencoba melarikan diri, ia justru diperkosa  dan dibunuh saat itu juga. Mengetahui perbuatan itu, Ayah Eric tidak ambil diam dan segera menghajar sang Perdana Menteri. Sayangnya, tidak ada yang percaya pada Ayah Eric saat ia berada di ruang sidang pengadilan. Tak ada saksi yang melihat kejadian wanita itu diperkosa. Ayah Eric hanya pria biasa- biasa saja tanpa penghasilan yang memadai, sehingga ia tak mampu menyewa pengacara. Alhasil, ia kembali dijebloskan ke dalam penjara atas tuduhan perkosaan yang sama sekali tidak ia lakukan. Di dalam penjara, nasibnya justru lebih buruk. Ia dihajar habis- habisan oleh komplotan penjahat yang menantangnya untuk berduel. Kekerasan itu berlangsung dengan lama hingga ia berhasil belajar bela diri di dalam penjara itu sendiri. Ia mulai melawan komplotan penjahat  lainnya. Setelah 4 tahun dipenjara, Aya Eric dibebaskan. Saat itulah ia jatuh cinta dengan seorang wanita yang bekerja di sebuah toko roti. Seharusnya Ayah Eric senang dengan keberadaan wanita itu. Hanya saja, semua harapannya bernanding terbalik. Wanita itu selalu menuntut harta yang banyak dari Ayah Eric disaat Eric belum bisa bekerja apa- apa selain membantu istrinya berjualan roti di toko itu. Hingga lahirlah Eric, seorang bayi tampan yang memiliki wajah yang mirip dengan Ayahnya dan mata yang indah seperti Ibunya. Tetapi, terdapat sesuatu yang kurang di dalam diri Eric. Anak itu buta sejak ia mulai bernafas. Ibu Eric yang tidak menerima keadaan itu segera  memaksa suaminya untuk menitipkannya di panti asuhan dan berjanji tidak akan pernah mau melihat Eric lagi. Ayah Eric marah besar saat mengetahui keinginan istrinya itu. Ia tak mau menitipkan Eric di panti asuhan. Ia berjanji bahwa ia akan membuat Eric bisa melihat suatu saat nanti. Awalnya, Ibu Eric setuju dengan perjanjian itu. Namun, itu semua hanyalah kepura- puraan. Saat Eric sedang tidak ada di rumah, wanita itu mencoba menenggelamkan bayi Eric di dalam bak mandi. Beruntung, Ayah Eric segera datang dan memergoki istrinya berbuat demikian.  Tak segan- segan ia menampar wanita itu dan menuduhnya gila. Wanita itu, yang sudah tidak menginginkan Eric lagi meminta Ayah Eric untuk menceraikannya dengan alasan pria itu tidak bisa menghidupi keluarganya dan ia tidak mau memiliki anak yang buta. Ayah Eric pun menceraikan wanita itu dan tetap melindungi Eric hingga Eric berumur 13 tahun. Ayahnya menceritakan kisah hidupnya pada Eric dan mengajari Eric tehnik bela diri. Disaat itulah Perdana Menteri Inggris kembali melakukan pencarian pada Ayah Eric. Ia tidak puas untuk tidak menyakiti Eric. Tanpa sepengetahuan Ayah Eric, ia mengirimkan komplotan anak buahnya untuk segera membunuh Ayah Eric. Disaat itu juga, Ayah Eric tewas. Tinggallah Eric sendirian, hidup sebatang kara dan ia menemukan kami berdua di Panti Asuhan St. Hall Santiago. Kami berteman sejak saat itu dank karena kami tidak memiliki apa- apa, kami terpaksa mencuri dan mencopet. Bahkan tak segan- segan kami memaksa seorang wanita di sebuah toko makanan untuk memberikan makanan pada kami secara gratis. Saat itulah ia mulai mengenal dunia kekerasan. Berbekal ilmu bela diri yang diajarkan Ayahnya padanya, ia pun menolong seorang perempuan kecil yang sedang diganggu oleh anak sang Perdana Menteri yang juga masih berumur 13 tahun. Ia hanya menampar wajah anak sang Perdana Menteri, dan keadilan tidak berpihak padanya. Ia dijebloskan ke dalam penjara untuk satu tahun.  Setelah ia bebas, ia kembali bersama kami dan disinilah kami. Kami tidak mempunyai rumah dan kami nekat untuk menempati Barkeley Square ini. Kami diam- diam masuk ke dalam rumah ini, meskipun awalnya kami takut karena menurut cerita orang- orang, rumah ini berhantu. Tapi, sejauh ini kami tidak pernah dihantui.  Setelah itu, Eric memiliki keinginan untuk balas dendam dengan sang Perdana Menteri beserta komplotan anak buahnya. Tanpa perasaan bersalah, kami mencuri uang Perdana Menteri  dan berhasil masuk ke rumah pribadinya. Kami pun membunuh beberapa anak buahnya dengan pistol rakitan kami sendiri. Saat itu kami berusia 17 tahun. Karena Eric memiliki tehnik jitu dalam mencuri, ia tidak hanya mencuri uang tunai dari dalam lemari sang Perdana Menteri, akan tetapi ia juga meretas website resmi Kementerian Inggris dan website pribadi sang Perdana Menteri. Ia lakukan itu semua, hingga ia mendapatkan banyak uang dan membantu kami berdua hingga kami bisa hidup seperti sekarang ini. Tetapi, Eric tidak hanya berhubungan dengan Perdana Menteri Inggris saja. Sebab ia juga memburu komplotan anak buah sang Perdana Menteri  yang pernah menewaskan Ayahnya.  Mereka tinggal di tujuh negara seperti Maroko, Spanyol, Perancis, Italia, Australia, Jepang, dan disini, Inggris. Sejak umur 17 tahun itulah ia sering keluar masuk penjara dan disiksa dengan amat sangat. Eric mengubah wajahnya setiap tahun agar polisi tidak mudah mengenalinya. Wajahnya yang asli adalah pada saat ia berumur 13 tahun dan ia tidak memiliki foto dirinya disaat ia berumur 13 tahun. Dan Eric yang sekarang sudah tidak seperti dulu lagi. Ia tidak mudah ditipu, ia punya tehnik jitu, dan ia masih ingin membalaskan dendam dengan sang Perdana Menteri atas kematian Ayahnya dan ia sangat membenci Ibunya yang telah mencampakkannya. Hidup ini keras Amanda!’’ Justin menyudahi kisah perjalanan hidup Eric yang mengharukan. Tanpa sadar, Amanda menitikkan air mata dan terduduk dalam diam. Anggapan orang- orang terhadap Eric selama ini adalah salah. Ya, dia memang pencuri namun ia punya alasan untuk itu. Perdana Menteri Inggris keparat itulah yang seharusnya berada dalam keterpurukan, bukan Eric. Polisi menjadikan Eric buronan karena ia sudah banyak mencuri dan menghabisan anak buah Perdana Menteri Inggris di tujuh negara.  Kali ini, Amanda menjadi bimbang. Ia memang tidak seharusnya melaporkan Eric pada polisi. Namun, jika ia berhubungan dengan Eric, akan berbahaya bagi dirinya nanti. Ia akan menjadi buronan polisi juga. Ia ingin memiliki masa depan dan bekerja sebagai wanita karir, lalu hidup bebas tanpa diketahui oleh polisi. Apa mungkin ada cara lain?
                                                                              

                                                                     ***


Awan mendung yang menggantung di langit terlihat menyeramkan seperti bayangan putih yang siapa menerkam siapa saja. Malam yang dingin tanpa bintang , dengan suara jangkrik yang saling bersahutan menambah suasana semakin mencekam. Eric dan Amanda menerobos pintu masuk ke arah atap apartemen Eric. Eric tak menyangka bahwa seluruh isi apartemennya telah diobrak abrik oleh polisi- polisi Inggris beserta anak buahnya disaat ia sedang tidak ada disana. Kertas- kertas berserakan, sofa seperti baru saja dicabik- cabik oleh binatang buas, kursi dan meja makan berada dalam posisi terbalik. Sekarang, polisi- polisi itu sudah mengetahui tempat tinggalnya. Beruntung, sejauh ini mereka belum mengetahui markasnya bersama Justin dan Steven di Barkeley Square. Eric yakin polisi- polisi tersebut tidak akan melacak rumah itu karena rumah itu sudah dianggap tidak berpenghuni lagi. Dengan sikap waspada, Eric dan Amanda mencoba melihat kebawah melalui atap gedung apartemen. Tiba- tiba, Eric berkata.
‘’Lihat itu. Ada dua pemburu yang sepertinya mengincar kita. Pertama, pemburu yang berdiri di dekat tiang lampu itu, lalu pemburu berbaju hitam yang duduk di depan toko itu!’’ Ujar Eric sambil mengarahkan teropongnya ke bawah sana, ditempat keramaian di jalan raya. Amanda segera mengarahkan teropongnya kea rah jalan.
‘’Astaga, bagaimana bisa kau semudah itu mengenali kedua pemburu itu? ‘’Alis Amanda berkerut.
‘’Yah, aku sudah dilatih untuk itu. Mereka terlihat seperti orang biasa saja. Namun alat pendeteksi di tangan kiriku bisa melacak keberadaan benda tajam yang ada di saku mereka. Sekarang, kuharap masukkan ponsel dan barang- barang penting lainnya di tas ransel yang sedang kau pegang itu. ,Tas itu sudah dilindungi alat pemindai yang melindungi setiap barang agar alat pelacak si pemburu tidak dapat menembusnya!’’ Ujar Eric mantap.
‘’Bagaimana mungkin ada tas seperti itu!’’ bantah Amanda.
‘’Kau ini keras kepala Amanda sayang. Sekarang teknologi sudah semakin maju dan bukan tidak mungkin aku memiliki tas seperti itu!’’ Eric tersenyum meyakinkan. ‘’Baiklah kita harus kebawah dengan menggunakan tali ini. Kita akan memanjat melalui dinding belakang dan kita akan berhenti tepat di lantai 2. Disitu ruangan kosong dan banyak tempat untuk bersembunyi. Kita bisa bersembunyi kalau saja mereka mengejar kita di setiap lantai!’’ Eric menambahkan.
Entah mengapa, Amanda percaya begitu saja dengan apa yang diucapkan Eric dan ia merasa nyaman untuk selalu berada di sampingnya. Sejauh ini, ia tidak sedang berada dalam bahaya. Meskipun agak takut, Amanda mencoba memberanikan diri untuk bertumpu pada tali dan dinding yang mengarahkannya untuk turun kebawah. Pelan namun pasti, Eric membantu Amanda mendarat di jendela apartemen di lantai 2 hingga mereka mendengar suara: ‘’ITU MEREKA! TEMBAK!’’
Suara helicopter yang memekakkan telinga segera mengeluarkan tembakan yang bertubi-tubi kearah jendela kaca apartemen lantai 3 itu. Amanda dan Eric segera berkelit untuk menghindari serangan yang bertubi- tubi itu. Lengan kanan Eric tertembak dan mengeluarkan banyak darah. Mereka berusaha bersembunyi di balik sebuah loker pakaian usang dan masuk ke dalam nya. Tak lama mereka mendengar suara- suara langkah kaki menuju lantai 3. Para polisi beserta anak buah mereka.
‘’DIMANA KEPARAT ITU? KELUARLAH KAU ATAU KAU AKAN DISIKSA NANTINYA!’’ teriak seorang polisi. Kembali terdengar suara ribut- ribut. Eric berasumsi sepertinya mereka sedang berdebat mengenai tempat persembunyiannya dengan Amanda saat ini. Eric memeluk Amanda di dalam loker, merasakan detak jantung wanita itu berdegup dengan cepat, pertanda ia sedang ketakutan setengah mati. Di dalam hati, Eric merasa bersalah karena telah membawa wanita ini masuk ke dalam hidupnya yang berbahaya. Tetapi, ia bersumpah ia  akan berusaha sekuat tenaga untuk melindungi wanita yang dicintainya ini. Ia tak akan membiarkan siapapun menyakitinya. Dan ia harus menyembunyikan identitasnya sebagai kekasih dari wanita ini. Amanda merasakan darah segar yang masih mengalir dengan deras melalui lengan kanan Eric yang tertembak. Ia merasa kasihan dengan Eric. Apa yang harus ia perbuat? Ia harus menunggu sampai keadaan aman untuk segera menutupi luka Eric dengan perban yang ada di dalam tas ranselnya. Samar- samar, suara- suara pun menghilang diikuti langkah kaki yang berjalan menuju lift  ke lantai bawah.
Setelah dirasa aman, dengan segera Eric dan Amanda keluar dari loker tersebut. Amanda segera mengeluarkan perban putih dari dalam tasnya dan melilitkannya dengan hati- hati di lengankanan Eric. Keduanya menghmbuskan nafas lega.
‘’Sekarang kita harus menyamar dan menggunakan seragam seperti para polisi itu untuk bisa melarikan diri!’’ ujar Eric.
‘’Tapi, aku takut. Mereka akan mudah menemukan kita. Ditambah lagi, mereka sudah pasti akan mengenali wajah barumu karena aku yakin mereka sudah mencari informasi untuk itu!’’ujar Amanda tak yakin.
‘’Tenanglah sayang. Aku akan menggunakan kaca mata hitam ini untuk sementara. Dan sepertinya ada dua seragam polisi di salah satu loker disini. Ayo temukan!’’ Ujar Eric sambil berdiri dan mulai mebuka loker satu persatu. Setelah ia menemukannya, keduanya segera berganti pakaian di tempat itu juga dalam keadaan darurat. Dengan langkah pasti, mereka menuruni tangga dan menuju lantai satu yang gelap gulita. Eric segera menyalakan lampu.
‘’Hey kau ini bodoh atau apa? Untuk apa kau menyalakan lampu di bawah sini,? mereka akan mudah melihat kita melalui cahaya yang ada!’’ protes Amanda.
‘’Sayangku Amanda. Maaf kalau aku lupa memberitahumu mengenai alat pemindai cahayaku. Aku memiliki alat itu dan menggunakannya saat ini. Mereka yang diluar tidak akan bisa melihat kita melalui kaca jendela sekalipun lampu disini menyala, karena pemindai cahaya ini berfungsi untuk menyembunyikan cahaya sehingga orang- orang tidak bisa melihat kita. Lagi- lagi, Amanda kagum dengan alat- alat yang dimiliki Eric. Ternyata ia sudah berlatih begitu banyak agar tidak diketahui oleh musuhnya, pikir Amanda. Mereka melangkah keluar sambil  berpura- pura menodongkan pistol  dan Amanda mengatakan pada sang Sherif polisi:
‘’Maaf, sir! Kami tidak menemukan siapapun di lantai 3!’’
Sang sheriff menatap kedua polisi palsu di depannya dan tidak menaruh curiga sama sekali. Untuk sementara mereka berdua aman, hingga Eric menemukan seseorang diantara para polisi yang menatapnya dengan tatapan tajam.
Oh tidak, aku tak boleh ketahuan! Pikir Eric. Dengan langkah cepat, Eric dan Amanda berpura- pura bergabung dengan para polisi untuk kemudian berencana melarikan diri secepat mungkin.
Hingga akhrinya sebuah tangan mencengkeram bahu Eric dari belakang. Eric menoleh dan menyadari bahwa orang yang mencengkeramnya adalah Steven, Steven lah yang menatapnya dengan tajam sejak tadi. Mereka  bertiga akhirnya menepi dan mencoba melarikan diri.



                                                                                 ***


‘’Huh, kalau saja kau melakukan sedikit kesalahan saja tadi, kau akan ketahuan, bung! Untung saja aku segera datang ’’ Ujar Steven sesampainya mereka berada di Barkeley Square.
‘’Yah sudah lah. Setidaknya itu satu- satunya cara agar aku dan Amanda bisa meloloskan diri dari kejaran mereka!’’ balas Eric dengan santainya.
Amanda merasa lega saat ia menyentuh kasur empuk yang ada disalah satu kamar tidur di Barkeley Square yang menjadi kamar tidur Eric selama ini. Amanda memang mendapati kamar itu terlihat seram. Namun, kenapa ia harus takut jika Eric dan kedua sahabatnya justru tidak mendapatkan gangguan apa- apa selama mereka tinggal disini. Tiba- tiba Eric yang masuk melalui pintu segera memeluk Amanda dari belakang.
Eric mencumbu leher jenjang Amanda dan menjilati kulitnya. Amanda menikmati setiap sentuhan yang ia dapatkan. Tanpa sadar, mulutnya membuka dan mengeluarkan sebuah desahan nikmat. Itu membuat Eric semakin bergairah dan ingin menikmati setiap inchi dari tubuh Amanda. Eric merebahkan tubuh Amanda di atas kasur dan disanalah mereka menjalin hubungan cinta mereka dengan bersatunya 2 tubuh yang saling mencintai. Amanda merasakan puncak kenikmatan yang luar biasa saat daging keras yang ada di selangkangan Eric melakukan penetrasi yang mendalam di dalam tubuhnya. Ia merasakan nikmat yang luar biasa. Ia membutuhkan kehangatan dari pria yang benar- benar mencintainya sepenuh hati. Setelah keduanya mencapai puncak kenikmatan, Amanda tersenyum dan berkata:
‘’Hey bajinganku sayang! Berhentilah untuk mengancamku sekali lagi untu menerima cintamu! Hahaha, dari awal aku sudah mengira kau tak akan mungkin menyakitiku!’’
‘’Ya, aku hanya bermain- bermain dengan ancamanku. Karena aku tak mungkin menyakiti wanita yang aku cintai!’’ balas Eric seraya mengecup kening Amanda.
‘’Dan satu lagi, kurasa aku menyayangimu saat ini. Tidak seperti saat pertama kali kau mengancamku untuk menerima cintamu. Awalnya cintaku padamu hanyalah sebuah kebohongan.  Aku menerima cintamu supaya aku bisa membongkar semua rahasiamu. Namun, setelah aku bersamamu, aku mengubah pikiranku dan aku menemukan sesuatu yang special dari dalam dirimu. Kau tangguh! Aku mencintaimu Eric! ‘’ ujar Amanda dengan suara meyakinkan.
‘’Aku mencintaimu juga sayang! Tapi, bagaimana dengan teman- temanmu? Kurasa mereka tidak akan senang dengan kabar ini!’’ ujar Eric.
‘’Aku tidak akan memberitahukan pada siapapun mengenai hubungan kita. Ini untuk keselamatanku juga. Tapi aku bersumpah aku akan membantumu jika kau sedang berada dalama masalah Eric! Biarlah sahabat- sahabatku menentang hubungan kita, aku tak peduli lagi dengan semua itu! Kau tentunya sudah tahu saat aku bercerita pada mereka bahwa aku tertarik padamu dan mereka mulai menentangku setelah mereka tahu kau adalah seorang pencuri. Yang terpenting sekarang adalah mereka tak perlu tahu mengenai hubungan kita. Kalau mereka tahu, mereka pasti akan menuduhku bekerja sama denganmu dan melaporkan kita berdua ke polisi!’’ Amanda mencoba meyakinkan Eric.
‘’Baiklah, terserahmu saja nona manis!’’ ujar Eric.
‘’Tapi bukan berarti aku mendukungmu untuk tetap berprofesi sebagai pencuri. Ayolah Eric, apa kau mau selamanya menjadi buronan? Kau harus bersumpah padaku kau akan berhenti melakukan tindakan pencurian setelah kau berhasil membalaskan dendam Ayahmu kepada Perdana Menteri Inggris. Okay?’’ desak Amanda.
‘’Baiklah, demi kau, apa pun akan kulakukan! ‘’ ujar Eric dengan suara mantap dan segera melumat bibir Amanda. Keduanya kembali melakukan proses penyatuan tubuh yang membuat cinta mereka semakin kuat.


THE END

 ***











   




Eric Si Pencuri


Oleh: Afifah Amani

London, September 14th 2014 di Barkeley Square

Awan di langit berubah warna menjadi kelabu, pertanda mendung sudah tiba. Suara petir memecah suasana siang itu, diikuti dengan hujan deras yang mengguyur jalanan dan perumahan di Barkeley Street. Suasana mendung siang itu bagaikan suasana tanpa adanya tanda- tanda kehidupan. Jalanan sepi, sepertinya orang- orang lebih memilih berdiam diri di rumah dari pada harus berkeliaran di luar rumah. Hanya tampak mobil sedan hitam yang terparkir di depan sebuah rumah, Barkeley Square. Rumah  itu sudah lama tidak dihuni sejak terdapat  banyak kasus pembunuhan dan di percaya sangat angker. Namun, rumah itu bukanlah sesuatu yang akan dihindari oleh seorang pria yang sedang berada di dalam sedan hitam itu. Rumah itu menjadi salah satu tempat favoritnya. Dan akan selamanya menjadi tempat favoritenya.
Dengan memakai tudung hitam, ia menarik dan menggenggam lengan  seorang wanita yang duduk disampingnya  dengan sangat erat, lalu membawanya keluar dari mobil sedan tersebut. Mereka masuk melalui pintu pagar yang berkarat. Bunyi  ‘’krrrrrriiiikkkkk’’ terdengar saat  si pria mendorong pintu pagar itu. Amanda merasa sedikit was was dengan suasana yang ia lihat di sekitar rumah itu. Pohon ek tua berdiri dengan kokoh di sudut pagar yang membatasi halaman dengan jalan di Barkeley Street. Pohon ek itu terlihat tambah menyeramkan dengan seekor burung elang yang sedang bertengger di salah satu tangkai kokohnya. Rumput- rumput liar menyebar di sekitar halaman rumah, tumbuh dengan sangat tinggi sehingga menutupi rumah yang ada di baliknya. Cat dinding yang sudah mengelupas disana- sini menandakan rumah itu sudah lama tidak dihuni dan tidak diurus. Pria itu, Eric, segera membawa Amanda masuk ke dalam rumah.
 ‘’Kau ingin selamat dan tidak mau dipermalukan kan? Baiklah kau harus bersedia menjalin hubungan cinta denganku!’’ Ujar Eric sembari menatap tajam ke arah Amanda. Dengan tatapan mengancam, ia berusaha sepenuh hati untuk membuat wanita di hadapannya mematuhi apa yang dikatakannya.
Wanita itu, Amanda, mencoba menatap balik mata hitam yang mempesona sekaligus menakutkan seperti elang itu. Ia menemukan kesungguhan yang ada di dalam mata hitam itu. Sejujurnya, ia merasa tidak terancam sama sekali meskipun pria di hadapannya ini menunjukkan keseriusan. Amanda memiliki insting yang kuat dalam membaca situasi dan ia merasa yakin pria di hadapannya ini tidak mungkin akan menyakitinya jika ia menolak cintanya. Entah mengapa, ia memiliki firasat bahwa pria di hadapannya ini tidak akan berbuat macam- macam padanya. Akan tetapi, ia harus tetap waspada. Ia tidak ingin masa lalunya terulang kembali. Masa lalu yang membuatnya sakit hati dan merasa sulit sekali untuk mempercayai pria dengan sepenuh hati. Pikirannya kembali ke masa lalu……..


London, December 15th 2008

     Amanda merasakan pengalaman yang luar biasa saat penyatuan tubuhnya dengan Jack berada di puncak kenikmatan. Rasanya seperti ada aliran listrik yang mengalir melalui pembuluh darahnya. Hanya saja, aliran ini rasanya tidak sakit sama sekali. Jack telah berjanji padanya untuk selalu mencintai Amanda kapanpun, dimanapun, hingga maut memisahkan keduanya. Lidah Jack menari- nari dengan lincah di sekitar mulut Amanda, menciptakan gelombang energi yang luar biasa bagi keduanya. Perasaan cinta keduanya semakin kuat hingga mereka menuju puncak kenikmatan yang luar biasa. Jack tersenyum seraya berkata. ‘’Aku tidak akan pernah meninggalkanmu untuk selamanya’’
Amanda mengangguk dalam diam dan tersenyum. Ia akan mengingat janji itu selamanya. Setiap apapun yang dikatakan oleh Jack, ia akan tetap mengingatnya sampai kapanpun. Hingga waktu itu tiba…..



2 bulan kemudian….

‘’Jack, kau dengar aku? Aku hamil anak kita!’’ Ujar Amanda dengan nada riang saat ia berbicara dengan Jack melalui telepon rumahnya.
‘’Kau sedang berbohong kan Amanda?’’ Jack balik bertanya dengan perasaan sedikit tidak tenang. Entah mengapa, ia tidak senang mendengar kabar bahwa Amanda sedang hamil.
‘’Apa aku terdengar seperti orang berbohong Jack? Aku yakin sekali. Pagi ini aku menemui Dokter Henry dan dia memeriksa keadaanku.  Dan aku positif hamil!’’ balas Amanda masih dengan nada riang dan menggebu- gebu.
Jack tertegun beberapa saat. Tidak. Tidak. Tidak. Bukan ini yang ia inginkan. Ia tidak ingin terikat selamanya dengan Amanda. Ia masih ingin hidup bebas. Jack berpikir keras untuk mencari cara agar ia bisa menghindar dari Amanda. Lalu, terlintas suatu kalimat yang ada di dalam benaknya.
‘’Dengar Amanda, kau pernah mengatakan bahwa kau pernah tidur dengan pria lain sebelum kau tidur denganku, bukan? Bukannya aku tidak mau mengakui bahwa anak yang ada di dalam kandunganmu itu adalah darah dagingku, akan tetapi aku yakin sekali, anak yang kau kandung sekarang ini ada;ah anak dari pria yang menidurimu sebelum aku menidurimu!’’ Ujar Jack dengan nada hati- hati.
‘’Apa kau bilang? Pria sebelum dirimu tidak pernah melakukan hubungan intim denganku. Aku dan dia hanya tidur bersama. Kaulah yang melakukan hubungan intim denganku dengan menitipkan cairanmu di dalamku!’’Amanda merasa ada yang tidak beres dengan Jack. Oh tidak, apakah Jack berniat akan meninggalkan ia dan bayi yang ada di dalam kandungannya? Tidak, jangan sampai itu terjadi.
Jack merasa bimbang. Bagaimana bisa ia akan bertanggung jawab dengan bayi yang dikandung Amanda? Mereka berdua masih belia, berumur 18 tahun, baru menginjakkan kaki di tahun pertama di Abbey Mount High School. Jack belum punya apa- apa untuk bisa menghidupi keluarganya nanti. Ia tahu betul bahwa bayi yang dikandung Amanda adalah darah dagingnya sendiri. Akan tetapi, tidak semudah itu untuk menjalaninya. Tanpa memperdulikan Amanda yang masih menunggu jawaban darinya, ia segera menutup telepon.



2 hari kemudian………

   Asrama sekolah Abbey Mount High School, pukul 8 malam.
      Iseng saja, Amanda mendekat ke jendela kaca kamarnya dan menyentuh permukaannya dengan ujung telunjuk kanannya. Hawa dingin segera menjalari wajah dan lengan kanannya. Dari balik kerai tipis di lantai empat itu, salju tampak turun menggumpal- gumpal seperti kapas yang dituang dari langit. Ketukan- ketukan halus terdengar setiap gumpal salju menyentuh kaca di depan Amanda. Tidak jauh, tampak Trafalgar Square, sebuah lapangan beton yang luas yang dikelilingi gedung- gedung berdinding kelabu di tengah kesibukan London. Amanda menatap pemandangan di luar dengan wajah sendu. Ia masih menunggu kabar dari Jack. Sudah dua hari ia mencoba menghubungi Jack, namun tak ada tanda- tanda Jack menampakkan diri. Ia harus segera melakukan tindakan dengan cepat sebelum Jack menjauh darinya.Ya, ia harus mempertahankan bayi yang ada dalam kandungannya. Jika Jack menjauh darinya, ia akan segera melapor tindakannya kepada kepala sekolah dan orang- orang terdekat Jack. Memberitahu mereka bahwa ia sedang mengandung anak dari Jack. Akan tetapi, Amanda masih bimbang dengan itu semua. Ia segera mengambil jacket tebal yang tergantung di balik pintu kamarnya. Ia segera memakainya, lalu menuju rak sepatu untuk mengambil spatu boot coklatnya. Tak lupa ia memakai syal favoritenya. Ia segera melangkah keluar, menuju lift hingga ke lantai dasar. Ia pun segera menghirup udara malam.
Bunyi gemeretak terdengar setiap sepatu bootnya menginjak onggokan salju tipis yang menutupi permukaan trotoar. Amanda menatap langit diatasnya dan  tidak menemukan sesuatu yang menarik karena langit sedang tidak berwarna. Hanya tampak gumpalan salju yang turun dari langit. Ia tidak menyadari bahwa malam itu ia tidak akan memiliki bayi lagi dalam kandungannya. Ia tidak menyadari ia akan kehilangan bayi itu secepat mungkin. Hingga tiba- tiba…..
Sebuah tangan kekar dengan menggunakan sarung tangan menarik lengan Amanda dan segera membungkam mulut Amanda dengan satu tangan sementara tangan lainnya mencengkeram kedua tangan Amanda dengan kuat. Amanda yang merasa kejadian itu terjadi begitu cepat berusaha teriak untuk meminta pertolongan. Akan tetapi suaranya teredam dibalik tangan yang kekar itu. Samar- samar ia melihat siapa pria yang membungkamnya saat ini. Pria itu memakai topi dan kaca mata hitam. Lalu, pria tersebut segera menarik Amanda memasuki sebuah mobil sedan hitam.  Jalanan malam itu sepi, sehingga pria itu dengan mudah meringkus Amanda.
‘’Kau akan menggugurkan bayi itu atau kau akan mati ditanganku. Dan jika kau teriak saat ini juga, akan kubunuh kau!’’ seru pria itu dengan suara memaksa. Ia pun membuka kacamata dan topi hitamnya,dan Amanda menyadari siapa pria itu. Astaga, itu Jack, ayah dari bayi yang dikandung Amanda.Jack, apa yang kau lakukan? Teriak Amanda di dalam hati. Dengan satu tangan yang masih membungkam mulut Amanda, Jack berusaha mendesak Amanda.
‘’Akan kubawa kau kerumah sakit dan menemui Dokter Henry saat ini juga. Kau harus segera menggugurkan bayi itu malam ini! Kau dengar aku? Jika kau berani- berani melaporkan kejadian in pada orang lain,  kau akan mati diatanganku! Aku juga akan membayar dokter Henry untuk ini. Dengar, aku tidak ingin memiliki anak di usiaku yang masih 18 tahun ini! ’’ ujar Jack dengan nafas memburu seraya menatap tajam kea rah Amanda yang sudah mengucurkan air mata di kedua pipinya.
Kejadian itu berlangsung dengan cepat hingga Amanda pun menggugurkan bayi yang ada di dalam kandungannya dengan berat hati. Di dalam hati, ia merasa muak dengan sikap Jack. Semuanya hanya omong kosong. Jack berjanji padanya bahwa Jack tidak akan pernah meninggalkannya. Akan tetapi, setelah kejadian malam itu, Jack pergi meninggalkan Amanda tanpa meninggalkan kabar sedikitpun. Amanda menangis dalam kesendirian. Kini ia tidak memiliki siapa- siapa. Anaknya telah tiada, dan kekasih hatinya telah pergi. Ia tidak bisa berbuat apa- apa. Ia merasa malu pada keluarganya. Ia malu ia memiliki anak di umurnya yang masih belia. Kakaknya pasti mengatakan: ‘’Kau saja yang bodoh. Kenapa kau tidak bermain aman dengan si keparat itu?’’. Tidak. Ia tidak akan menceritakan pada siapapun bahwa ia sudah pernah memiliki anak.
Hingga satu bulan kemudian. Ia mendengar kabar Jack tewas kecelakaan di arena balap liar bersama kedua temannya. Mampus kau keparat. Matilah dan pergilah ke neraka. Amanda tersenyum bahagia mendengar kabar itu. Sejak saat itu, ia sulit mempercayai pria manapun dan berjanji tidak akan pernah menjalani hubungan serius dengan pria manapun. Selama ia bersekolah di Abbey Mount High School hingga tahun ketiganyanya kuliah di  Westminster University dengan beasiswa penuh karena nilai- nilainya yang tinggi, Amanda selalu bermain- main dengan pria manapun yang ia pacari. Setelah Jack, ia berjanji tidak akan mempercayai pria manapun.
Hingga akhirnya….


London, Agustus 17th 2014
   
Seorang pria misterius, Eric,  baru saja lulus dari University Of College London dengan prestasi yang biasa- biasa saja masuk ke dalam kehidupan Amanda. Keduanya bertemu di National Gallery di sekitar Trafalgar Square. Amanda sedang mengagumi lukisan karya Leonardo Da Vinci yang berjudul ‘’The Virgin Of The Rocks’’ dan juga puisi- puisi William Shakespeare di bagian rak buku yang menyimpan karya sastra Inggris dari zaman Victoria hingga Elizabeth. Ia menikmati metafora ‘’seks’’ yang ada di setiap puisi William Shakespeare. Entah mengapa, ia senang mempelajari budaya orang Inggris dari zaman kuno hingga saat ini. Ia membaca sebuah jurnal yang berjudul:’’ Keperawanan Dalam Budaya Masyarakat: Kajian Feminisme’’. Ia menikmati setiap kata yang ditulis di dalam jurnal tersebut. Ia benar- benar menjiwai setiap kata di dalam kalimat itu.
‘’Wow, kau mempunyai selera yang bagus nona cantik!’’Sebuah suara berat namun berwibawa mengagetkan Amanda. Ia berpaling dan melihat seorang pria tampan dengan wajah dingin dan bola mata hitam yang mendalam seolah- olah ingin menelan Amanda dan masuk ke dalam bola mata hitam itu.
‘’Oh hai, hmm…aku tidak bisa mengatakan seleraku itu bagus. Hanya orang lain yang dapat menilainya dan kurasa kau sudah mengatakan penilaian itu!’’ ujarnya sambil tersenyum dan memperkenalkan diri. Keduanya berjabat tangan. Pria itu, Eric, merasakan sesuatu yang berbeda dari wanita yang ada di hadapannya ini.
‘’Aku rasa kau mengambil jurusan Sastra Inggris, bukan begitu nona?’’ Tanya Eric.
‘’Panggil aku Amanda saja. Dan ya, tebakanmu benar. Mungkin kau melihatku sedang membaca jurnal Feminisme ini!’’ jawab Amanda seraya mengembalikan jurnal itu di rak buku.
‘’Ya! Hey..kau tidak harus meletakkan jurnal itu kan? Lanjutkan saja membaca. Maaf aku sudah mengganggumu!’’ Jack mencoba berbasa- basi.
‘’Tidak masalah. Aku bisa kesini lain kali. Lagi pula, aku harus menemui temanku yang bekerja di kafe Burgin & Burke yang ada di ujung jalan itu. Kau mau ikut? Kita bisa menikmati segala macam jenis kopi yang ada disana!’’ Amanda segera melangkahkan kaki keluar dari National Gallery dan diikuti oleh Eric yang menganggukkan kepala tanda setuju.



Seminggu Kemudiaaan……

‘’Ayolah, Eric itu berbahaya. Tidakkah kau tahu ia sudah menjadi  buronan banyak polisi di tujuh negara. Ia dituduh mencuri uang Perdana Menteri Inggris, dan setiap hari ia hanya bekerja untuk meretas beberapa website rahasia yang begitu penting. Ia meretas akun- akun orang penting dan mencuri banyak uang!Kau tak boleh boleh berhubungan dengan pria itu!’’ seru Clarissa, teman baik Amanda, saat mereka sedang menikmati makan siang di kantin kampus.
‘’Tapi, kenapa ia terlihat seperti bebas berkeliaran di dunia nyata? Seharusnya polisi sudah meringkusnya!’’ alis Amanda berkerut tanda ia berpikir keras.
‘’Amanda, ingat aku juga bisa melihat apa yang dia lakukan dengan website- website rahasianya itu. Aku juga sudah lama belajar akan hal itu. Aku bisa membaca obrolannya dengan orang- orang terdekatnya dan mengancam mereka untuk tidak melaporkannya pada polisi. Lihat ini. Ini foto- fotonya nya terdahulu. Berbeda dengan yang sekarang. Itu berarti ia sering melakukan operasi plastic agar wajahnya tidak dikenali oleh polisi. Dan, perlu kau tahu, mungkin saja nama aslinya bukan Eric!’’ ujar Mark, pria yang menjadi teman dekat Amanda semenjak  tahun pertama, dengan yakin.
Amanda merasa beruntung memiliki teman- teman yang peduli akan dirinya. Dan perasaan cintanya  mulai menaruh curiga dengan Eric. Siang itu, ia menerima sebuah misi dari teman- temannya.  Jika ia berhasil menangkap Eric dan melaporkannya pada polisi, ia akan mendapatkan duit sejumlah 2 milliar dari Ayah Mark yang kaya. Ayah Mark adalah sahabat baik dari Perdana Menteri Inggris saat ini.
Lalu, mulailah Amanda melancarkan misinya.
Siang itu, ia menuju apartemen St. Hall Santiago yang berada di ujung jalan. Eric tinggal disana dan Amanda yakin sekali siang itu Eric sedang beristirahat di apartemennya. Ia pun mengikuti orang- orang yang menaiki lift, dan segera menuju lantai 5 apartemen tersebut. Ia melihat pintu kamar Eric tertutup. Dengan pelan namun pasti, ia membuka gerendel pintu tersebut dan dengan mudah memasuki ruangan itu. Aneh. Kenapa Eric tidak mengunci pintu kamarnya? Amanda mencoba berhati- hati dengan setiap langkah kakinya. Sambil membawa pistol di tangannya, ia bersiap siaga dengan segala kemungkinan yang terjadi. Di satu sisi, ia merasa bodoh karena ia tidak memiliki skill dalam hal penangkapan ini. Tetapi di sisi lain, ia membutuhkan uang seharga 2 milliar itu untuk masa depannya nanti.
Tiba- tiba seorang pria berjalan menuju pintu terbuka di ruang tengah tempat Amanda berdiri. Itu Eric.
‘’Kau bajingan! Menyerahlah sebelum ku potong penismu!’’ seru Amanda dengan suara mantap seraya menodongkan pisau dan pistol ke arah pria itu.
‘’HoHoho, Amanda, apa yang sedang kau lakukan? Letakkan benda- benda berbahaya itu dan kita bisa berbicara. Ada apa denganmu? ‘’ Eric mengangkat alis kanannya. Masih dengan pistol dan pisau di tangannya, Amanda masih tetap bersikap siaga sambil tetap fokus dengan gerak- gerik Eric.
‘’Kau pencuri dan aku tahu para polisi sangat sulit untuk melacakmu saat ini! Tapi kau tidak bisa membodohiku. Aku sudah disini dan jangan pernah remehkan aku sebagai wanita!’’ teriak Amanda.
‘’Well, well, well…jadi kau sudah mengetahui reputasiku. Hebat juga kau ini. Padahal aku tidak pernah cerita apa- apa tentang diriku padamu!’’ ujar Eric seraya tersenyum simpul dan menanggapi perkataan Amanda dengan santainya.
Amanda yang sudah memendam amarahnya, segera bergerak dengan cepat. Ia segera menekan tombol pistolnya dan mengarahkannnya ke arah kaki Eric. Namun….
Aneh pistolnya tidak berfungsi sama sekali. Amanda bersumpah ia sudah mengisinya dengan peluru sebelum ia datang ke apartemen ini. Oh tidak, ini tidak boleh terjadi. Apa yang akan terjadi denganku nanti?. Eric yang sedari tadi masih menanggapi Amanda dengan santainya, kembali tersenyum dan berkata.
‘’Kau bahkan tidak bisa membedakan mana pistol yang berisikan peluru atau tidak, nona cantik! Kau bahkan tidak memikirkan sebelumnya bahwa aku sudah pasti akan mengawasimu selama ini, bahkan sebelum kau menerima misi bodoh ini dari teman- temanmu yang sok tahu itu!’’
Oh tidak, pikir Amanda. Darimana ia tahu aku sedang dalam misi penangkapan atas diri Eric? Dan kenapa ia harus mengawasi Amanda?. Seolah- olah sedang membaca pikiran Amanda, Eric segera mengatakan: ‘’Setiap orang yang dekat denganku, sudah pasti akan kuawasi. Kurasa kau tahu bahwa teknologi saat ini sudah maju dan aku bisa mengawasi gerak- gerikmu.       Aku sudah bisa memastikan bahwa cepat atau lambat, kau akan menaruh curiga padaku! Dan perlu kau tahu, pada saat kau sedang mandi, aku datang ke apartemenmu dan segera menyelinap melalui jendelamu yang terbuka. Aku menemukan pistol itu dan segera mengosongkan isinya!’’.
Amanda yang merasa dibodohi, muak dengan sikap sok tenang yang dimiliki Eric. Dengan kemampuan bela diri yang pernah ia pelajari saat bersekolah di Abbey Mount High School, ia mencoba menerjang melawan Eric. Eric mampu menepisnya dengan secepat kilat, dengan menahan tangan kanan Amanda. Namun, Amanda tak kalah cepat. Ia segera menggunakan kedua kakinya untuk menyerang selangkangan Eric. Dan….kena. Ya, Eric merasakan sakit yang luar biasa pada selangkangannya. Namun, ia tidak ambil pusing akan hal itu sebab ia sudah sering mendapatkan serangan itu saat orang- orang mencoba memburunya selama ini. Ia punya pertahanan yang kuat. Dengan insting yang kuat, ia segera menangkap kedua kaki Amanda, hingga Amanda jatuh terduduk dengan bokongnya menyentuh lantai. Amanda merasakan sakit yang luar biasa dan ia susah untuk berdiri.  Dalam hati ia mengutuk perbuatan Eric. Dasar kau bedebah sialan. Kalau saja badanku lebih besar dari badanmu, sudah ku cincang kau menjadi potongan- potongan daging kecil.  Eric segera menyodorkan tangan kanannya, berniat untuk menolong Amanda berdiri.
Amanda tidak segera menyambut ajakan itu. Ia berusaha keras menemukan titik lemah dari pria kekar di depannya ini. Ia mencoba menebus bola mata hitam Eric, mencari- cari apakah Eric sengaja menolongnya untuk kemudian menghancurkannya nanti. Suatu pikiran terlintas di benak Amanda. Aku harus mengalahkannya. Dengan bersikap menyambut tangan yang disodorkan Eric untuk menolongnya, Amanda bertumpu pada tangan itu, mencoba berdiri dan……
‘’Ouch….apa yang kau lakukan nona?’’ teriak Eric dengan wajah merah padam yang mengkerut. Amanda memutar balikkan lengan kanan Eric dan menahan lengan itu dengan tangan kirinya sendiri.
‘’Apa? Kenapa? Kau kesakitan? Ohhh kasihan sekali!’’ Amanda terkekeh sambil menunjukkan wajah mencemooh di depan Eric. Eric yang merasa sudah dipermalukan segera menemukan cara untuk menyerang wanita cantik di hadapannya ini. Akan tetapi…ah ia tak mampu melakukannya. Eric tak mau menyakiti wanita ini. Suatu pikiran terbersit di benak Eric. Sial, wanita ini cantik dan tangguh. Ah, apa aku jatuh cinta padanya? Ya, memang aku sudah mencintainya sejak pertama kali kami bertemu di National Gallery.  Tidak. Tidak Eric. Fokus. Dia bisa saja menyerangmu.
Dengan tangan kiri Amanda yang masih menahan lengan kanan Eric, Eric berusaha untuk melepaskan tangan kanannya dari cengkeraman kuat Amanda. Sial, kenapa wanita ini begitu kuat? Maksudku, sangat tangguh untuk ukuran wanita sepertinya. Eric masih bertanya- Tanya dan tetap berusaha melepaskan cengkeraman Amanda di tangan kanannya. Dengan sekali dorongan, ia berhasil meloloskan diri, dan dengan tidak memberikan kesempatan untuk Amanda, ia segera menyerang wanita itu kembali dengan meringkus kedua tangannya dan mengarahkannya kea rah dinding. Ia merebut pisau kecil di tangan Amanda dan menjatuhkannya ke lantai. Dengan menekan Amanda ke arah dinding, Eric mendekatkan wajahnya ke wajah Amanda dan menemukan suatu kemarahan yang luar biasa di dalam bola mata hitam wanita it. Amanda benar- benar menginginkan uang 2 milliar itu. Eric yakin sekali akan hal itu. Tapi, kau salah besar Amanda, ujar Eric di dalam hati. Kau tidak tahu siapa dan apa sebenarnya diriku ini. Apa yang dulu sudah dilakukan orang- orang padakulah yang membuatku seperti ini. Kau salah besar menilaiku Amanda.
‘’Kau tidak akan kemana- mana nona manis. Kau akan tetap tinggal di apartemenku untuk sementara waktu hingga kau tidak berniat lagi menangkapku dan melaporkanku pada polisi!’’ Eric mencoba meyakinkan Amanda.
‘’Kau kira aku idiot, brengsek? Aku tidak semudah itu diperintah dengan omong kosongmu itu. Mana mungkin aku akan berhenti dalam misi ini!’’ Amanda berteriak dengan suara yang mantap.
‘’Terserah kau saja. Aku akan pergi sebentar, dan kau tinggal disini. Aku memiliki kemeja di lemari untuk kau pakai. Ada sedikit makanan di kulkas. Kalau habis, kau bisa menghubungiku. Di meja makan terdapat makanan siang dan aku tidak akan memakannya siang ini, karena aku sudah berjanji untuk makan di luar bersama teman sekolegaku!’’ Eric berkata dengan suara lunak sambil berjalan kea rah pintu kamarnya. Amanda merasa heran dengan sikap Eric. Kenapa ia malah menawariku makanan dan tinggal disini? Aneh. Bukankah seharusnya ia menyerangku karena sedang berusaha menangkapnya dan melaporkannya pada polisi? Benar- benar tidak bisa ditebak, pikir Amanda. Ia tetap bersikap waspada kalau- kalau Eric hanya berpura- pura melakukan semua ini.
‘’Maaf nona, kuncinya akan kubawa dan aku akan kembali lagi!’’ seru Eric sambil memutar gerendel pintu dan terdengar bunya klik pertanda pintu sudah dikunci.
Amanda, dengan perasaan bingung dan takut, segera berlari kea rah pintu dan terlambat untuk membukanya. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi, ia penasaran dengan apa yang disembunyikan Eric di apartemennya ini, namun di sisi lain ia merasa takut kalau- kalau Eric kembali lagi sambil membawa anak buahnya. Amanda harus tetap waspada.
Ia berbalik dan mengamati seluruh isi apartemen Eric itu. Amanda tidak heran dengan kemewahan yang ia temui di ruangan itu, sebab ia yakin sekali bahwa Eric mendapatkan semua ini dari hasil curiannya. Kasur yang empuk dengan pendingin ruangan sekaligus perapian yang hangat membuat suasana di apartemen itu terasa nyaman. Di salah satu meja, Amanda menemukan sekumpulan boneka kecil yang lucu dihiasi dengan indahnya lampu- lampu kecil yang menggantung di dinding disamping mereka. Aneh, Eric terlihat seperti pria kekar dan tangguh. Tapi kenapa ia menyimpan banyak boneka? Lihat, ada boneka Barbie juga. Dasar aneh, pikir Amanda.  Entah apa yang membuat Amanda mengantuk, namun ia yakin sekali suasana apartemen yang sangat nyaman itulah yang membuatnya ingin segera tertidur. Tapi..tidak. tidak Amanda. Kau harus tetap berjaga- jaga hingga Eric kembali lagi. Kau tak boleh lengah. Pikiran di dalam benak Amanda mengajaknya untuk tetap waspada, namun kedua matanya tidak bisa diajak untuk kerjasama dengan pikiran Amanda. Sambil merebahkan diri di kasur yang empuk itu, Amanda memejamkan mata dan tertidur……………


***

Matahari sore terbenam di ufuk barat ketika Amanda melihat pemandangan itu masih dengan setengah tidak sadar melalui jendela kaca besar apartemen Eric. Amanda berjalan ke kamar mandi dengan lunglai  untuk mencuci muka. Amanda benar- benar perlu untuk mencukupkan tidurnya setelah semalaman suntuk ia memikirkan bagaimana caranya untuk bisa meringkus Eric dan juga menyelesaikan tugas- tugas menyebalkan yang diberikan dosen padanya. Ia memutar keran air di westafel, membasuh muka, dan menatap wajahnya di cermin. Wajah lelah menampakkan diri melalui cermin yang ia lihat dan Amanda hanya bisa mendesah. Gila, aku tertidur selama 2 jam di tempat orang asing. Di tempat seorang pencuri, pikir Amanda. Ia menatap cermin sekali lagi dan……...
Ia menyadari terdapat sesuatu yang berbeda di dirinya. Ya, apa itu yang kupakai? Pikirnya. Amanda melihat pantulan dirinya di cermin sedang menggunakan kemeja lengan panjang berwarna putih dengan hanya memakai celana dalam saja. Ia pun segera menyadari bahwa itu sudah pasti Eric yang mengganti bajunya ketika ia tertidur. Ah, berarti ia sudah pulang. Tapi kenapa ia tidak memunculkan diri sejak aku terbangun tadi? Amanda bertanya- Tanya. Masih penuh dengan keraguan, ia segera menuju bath-up, membuka kancing kemejanya, dan segera memanjakan diri dengan air hangat yang keluar dari shower. Ia butuh kesegaran. Ia butuh mandi. Setelah beberapa menit, Amanda berjalan ke pintu kamar mandi untuk mengambil handuk yang tergantung di balik pintu. Hingga tiba- tiba..
BRAAKKKKK!!!! Seseorang mendorong pintu kamar mandi dengan keras hingga terbuka. Amanda yang sama sekali belum sempat melilitkan handuk itu di badannya tertegun dengan wajah kaget yang luar biasa. Di depannya, seorang pria kekar dan tampan berdiri dengan gagahnya dengan menunjukkan wajah kaget juga.  Eric.
Ia terpana melihat pemandangan indah yang disuguhkan di depannya. Amanda dengan tubuh yang indah, berkulit eksotis, sedang berdiri di depannya tanpa menggunakan sehelai benangpun yang melilit di tubuhnya. Mata  Eric segera tertuju pada kedua gundukan indah di sekitar dada Amanda dan langsung mengaguminya. Eric ingin sekali membelai dan memagut kedua gundukan indah itu di tangannya. Ukurannya sangat pas untuk genggaman seorang pria seperti dirinya. Lalu, seperti sudah terdorong untuk melakukannya, Eric juga melihat sebuah bulu halus yang tumbuh di antara kedua kaki Amanda yang jenjang. Pemandangan yang indah, pikir Eric.
Amanda, yang masih diam terpana dengan kekekaran pria tampan di hadapannya segera melilitkan handuk di tubuhnya dan mendadak marah.
‘’Kau! Apa yang kau lakukan disini? Masuk tanpa izin. Tidakkah kau mendengar suara air dan menandakan bahwa seseorang sedang mandi? Lain kali kau harus belajar sopan santun!’’ Amanda menentang pria di hadapannya.
‘’Aku baru saja tiba dan tidak mendengar apa- apa. Aku ingin mencuci muka dan aku tentunya bebas memasuki kamar mandiku sendiri. Dan salahmu sendiri. Kenapa pintunya tidak kau kunci?’’ Eric segera membasuh mukanya di westafel.
 Sial, pikir Amanda. Ada benarnya juga dia. Kenapa aku tidak mengunci pintunya tadi? Ah dasar bodoh. Pelupa, teriak Amanda di dalam hati. Eric kembali berujar:
‘’Lagipula, kurasa kau juga harus belajar sopan santun nona. Kalau kau mengatakan aku masuk tanpa izin dan melanggar sopan santun, lalu bagaimana denganmu yang masuk tanpa izin ke apartemenku sambil menodongkan pistol dan pisau bodohmu itu?’’ Eric tersenyum terkekeh.
Amanda merasa Eric pintar memutarbalikkan kata. Dia memang benar. Tetapi dalam kasus seperti ini, bukan ia yang harus belajar sopan santun, tapi Eric.
‘’Ya, aku masuk ke apartemenmu tanpa izin demi tugas suci untuk menangkap seorang pencuri. Dan kurasa itu berterima dan bukan merupakan suatu kesalahan. Kau lah yang butuh belajar sopan santun. Lagipula kau memang butuh belajar itu setelah kau mengganti bajuku menjadi kemeja lengan panjang saat aku tertidur. Kau apakan aku? Berani- beraninya membuka bajuku saat aku tertidur!’’ Amanda mencibir Eric.
‘’ Tenang Amanda. Aku sudah dilatih untuk menyerang musuh di dalam kegelapan tanpa cahaya sedikitpun tanpa aku harus  melihat mereka. Aku hanya butuh insting perasa dan aku memiliki itu. Jadi, itu berarti aku bisa mengganti pakaianmu dengan kemejaku tanpa melihatmu sama sekali!’’ ujar Eric dengan suara mantap. Amanda terdiam dan diam- diam mengagumi bakat pria itu. Entah apa yang membuatnya berpikir bahwa Eric itu adalah seorang pria hebat. Dan ia tertarik dengan pria yang membuatnya penasaran.
Tetapi, Amanda kembali teringat dengan misinya. Sambil mengganti pakaian dan merapikan rambutnya, ia memakai sepatu bootnya.
‘’Hey..kau pikir kau akan pergi kemana Amanda? Kau akan tetap tinggal disini untuk sementara waktu!’’ teriak Eric sambil menutup pintu dan menguncinya.
‘’Ini sudah sementara waktu dan aku harus pulang untuk menemui teman- temanku. Aku ada janji pertemuan dengan mereka mala ini!’’ Amanda berjalan kea rah Eric, mencoba menyingkirkan tubuh Eric yang masih menghalangi pintu.
‘’Hohoho…Itu tidak akan kubiarkan. Kau pikir aku idiot? Kau pikir aku akan membiarkanmu menemui teman- teman bodohmu itu, lalu melaporkanku pada polisi dan menggeledah apartemenku? Kau tahu, sejauh ini, hanya kau yang tahu dimana aku tinggal karena sejak awal kita bertemu, aku sudah mengatakannya padamu!’’ Eric memamerkan deretan gigi putih sambil tertawa mencemooh.
Amanda merasa dipermainkan dan mulai menerjang Eric dengan menggunakan skill bela dirinya.  Sejujurnya, Eric kagum dengan kemampuan wanita di hadapannya ini. Akan tetapi, ia sudah memiliki cara untuk menyelesaikan masalah seperti ini. Ia berhasil menangkap kedua tangan Amanda, mengikatnya ke belakang dan membungkam mulut Amanda dengan satu tangan. Eric sudah berjanji ia tidak akan menyakiti Amanda. Hanya saja, Amanda harus dibuat tenang terlebih dahulu untuk kemudian tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Dengan berhati- hati, Eric mengambil tali pengikat yang ada di atas lemari, melilitkan tali itu di pinggangnya dan pinggang Amanda, dan meletakkan tumpuan tali di tengah- tengah lantai apartemen Eric. Melalui jendela belakang apartemen, Eric menuruni lantai 5 apartemennya sambil berpegang kuat pada tali dan masih menggendong Amanda di pelukannya. Ia melewati dinding luar belakang apartemen dengan hati- hati. Ia tahu orang- orang akan mengenalinya, oleh karena itu ia segera memakai penutup kepala sebelum para petugas apartemen menyadarinya. Amanda merasa jantungnya berdegup dengan cepat saat mereka mulai menuruni lantai demi lantai dengan menggunakan tali dan bertumpu pada dinding belakang apartemen. Suasan di belakang apartemen gelap. Pantas saja Eric memilih lewat belakang, gumam Amanda. Ia tak bisa berteriak sama sekali sebab Eric sudah membungkam mulut Amanda dengan plester hitam dengan sangat eratnya.
Kedua orang petugas apartemen segera melihat Amanda dan Eric yang  masih bergantung pada tali di dinding. Sebentar lagi mereka akan menginjak tanah. Namun, kedua petugas itu segera menodongkan pistol ke arah Eric. Tetapi, mereka terlambat. Eric sudah menekan tombol pistolnya terlebih dahulu dan segera mengarahkannya ke arah dada kedua petugas itu . Amanda segera menyadari bahwa mereka belum mati. Pistol yang dimiliki Eric bukanlah pistol untuk membunuh orang. Akan tetapi hanya membuat orang tidak sadarkan diri untu sementara waktu.
‘’Dengar Amanda, aku tidak akan pernah membunuh orang yang tidak memiliki masalah denganku! Kedua petugas itu hanya menjalankan tugasnya dengan baik untuk menjaga keamanan apartemen ini. Jadi, aku hanya membuat mereka tidak sadarkan diri untuk sementara waktu!’’ ujar Eric sambil berlari membawa Amanda kearah mobil sedan hitam yang terparkir di belakang apartemen.
Aku tahu, dasar idiot! Pikir Amanda. Ayahku pernah menjadi tentara dan aku tahu bentuk pistol yang kau gunakan tanpa kau menjelaskannya.  Amanda hanya bisa mengikuti apa yang diperintahkan Eric padanya. Setelah ia bebas nanti, ia bersumpah ia akan mencincang Eric hingga menjadi potongan- potongan kecil. 
Ketika di dalam perjalanan, Eric mengatakan sesuatu yang membuat Amanda terkejut.
‘’Aku ingin jujur padamu. Sejak pertama kali kita bertemu di National Gallery waktu itu, aku sudah menyukaimu dan jatuh hati padamu. Aku tidak berbohong. Dan aku berjanji untuk tidak pernah menyakitimu seumur hidupku! Kalau aku tidak menyukaimua, mungkin aku sudah menewaskanmu di apartemenku saat kau masuk tanpa izin!’’ Eric menepikan mobil sedan itu dan menatap wajah Amanda dan menunjukkan kesungguhan yang luar biasa. Di kanan kiri mereka, terdapat hutan yang lebat dan deretan  pohon- pohon pinus yang berhembus ditiup angin malam. Merasa sudah aman, Eric segera melepaskan plester yang menutupi mulut Amanda. Amanda segera menghirup nafas dalam- dalam dan menatap Eric dengan kebencian yang sangat mendalam.
‘’Kau kira aku akan percaya padamu idiot? Aku bersumpah aku tak akan pernah berpacaran dengan seorang pencuri sepertimu! Aku tak mau berurusan denganmu!’’ teriak Amanda.
‘’Terserah apa katamu! Aku sudah jujur!’’ Eric kembali menghidupkan mesin mobil sedan dan mulai menyetir menembus kegelapan malam di jalanan yang penuh dengan pohon pinus itu. Sebentar lagi, mereka akan tiba di Barkeley Square, rumah paling angker yang ada di London. Rumah yang menjadi markas besar Eric bersama kedua teman baiknya yang menjaga hasil curian mereka di rumah itu. Mereka beroperasi selama yang mereka mau, menggunakan computer canggih yang mereka dapatkan dari uang hasil curian mereka.
                                                                                


                                                                      ***
  

  Amanda tersadar dari lamunannya. Bagaimana bisa ia menemui seseorang seperti Eric? Sial. Aku seharusnya tidak menggubrisnya waktu kami bertemu di National Gallery. Kini, Eric sedang mengancamnya. Mengancamnya untuk mati jika ia tidak menerima cinta Eric. Eric segera mengunci pintu depan Barkeley Square, dan masih dalam keadaan gelap, ia membimbing Amanda menuju ruangan lain diruang bawah tanah rumah angker itu. Merasa sudah aman, Eric segera melepaskan tali ikatan yang mengikat kedua tangan Amanda.
Kali ini, Amanda tidak ingin melakukan kebodohan yang sama dengan menerjang Eric. Ia hanya terdiam sambil bersikap waspada dengan segala kemungkinan yang terjadi.
‘’Perkenalkan ini kedua temanku, Steven dan Justin!’’ Eric mengajak Amanda untuk berkenalan dengan Steven dan Justin. Mereka berjabat tangan. ‘’Kau bisa istirahat sebentar sementara aku akan tidur untuk 2 jam!’’ tambah Eric sambil memasuki ruangan lain yang Amanda pikir adalah sebuah kamar.
‘’Ehm…menyenangkan bukan memiliki seorang pacar seperti Eric? ‘’ Steven yang bermata biru dan rambut pirang dengan wajah tirus segera membuka percakapan dengan Amanda sambil menatap layar komputernya.
‘’Menyenangkan kau bilang? Aku  bahkan tidak berpacaran dengannya! Dia itu kasar dan tidak sopan!’’ balas Amanda.
‘’Apa kau yakin nona? Selama ini dia banyak bercerita tentang dirimu. Betapa lucunya kau saat tertawa, kau pintar dengan memiliki segudang prestasi di kampus, dan kau mengajarinya bahasa Perancis.!’’  Steven tersenyum sambil mengangkat alis kanannya . 
Amanda terdiam. Ia tidak menyangka Eric sudah banyak bercerita tentang dirinya pada kedua temannya ini. Apakah Eric benar- benar mencintainya? Ah, Amanda harus tetap mencari tahu meskipun sudah ada beberapa bukti yang menurut Amanda sangat kuat untuk menunjukkan bahwa Eric benar- benar mencintainya. Salah satunya, Eric tidak melukai dirinya pada saat ia tertidur di apartemennya. Eric justru menyediakan makanan untuknya. Dan lagi, ia bisa saja membunuh Amanda saat itu juga. Tapi kenapa Eric tidak melakukannya? Amanda harus mencari tahu.
‘’Lihat ini. Ia menyimpan banyak fotomu dan mengambilnya pada saat kau tidak sadar. Lihat ini ketika kau sedang membaca buku di National Gallery!’’ ujar Steven sambil menunjukkan beberapa foto Amanda di layar computer. Amanda melihat dirinya sedang membaca buku di National Gallery, Amanda melihat dirinya sedang tertawa lepas saat menikmati kopi dingin di Burgin & Burke, dan Amanda melihat dirinya sedang  menulis dengan serius di meja perpustakaan kampusnya. Amanda ingat itu semua. Semua foto ini diambil pada saat ia sedang menikmati waktu berdua dengan Eric. Astaga, Eric tertarik padaku. Tapi, apa yang harus kuperbuat? Pikir Amanda. Aku membutuhkan uang 2 milliar itu dan misi ini bergantung di tanganku. Tapi,,,tapi,,, bagaimana jika aku benar- benar mencintai Eric juga? Oh tidak…dia itu seorang pencuri dan menjadi buronan polisi di tujuh negara.
Amanda tidak menanggapi Steven yang masih menunggu jawaban dari dirinya. Ia justru melangkahkan kaki dengan pelan untuk mengitari ruangan itu. Tempat ini benar- benar menyeramkan, pikir Amanda. Matanya tertuju pada sebuah laci dengan kunci yang tergantung disana. Dengan pelan namun pasti, ia memutar kunci tersebut dan terdengar bunyi ‘’klik’’. Steven dan Justin sepertinya sedang terlibat dalam percakapan serius sambil terus mentatap layar computer mereka. Amanda merasa punya kesempatan untuk memperhatikan isi laci tersebut. Hanya terdapat sebuah amplop coklat besar. Amanda meraih amplop tersebut dan memeriksa isinya. Hal pertama yang ia temukan adalah sekumpulan foto dengan wajah pria- pria yang berbeda. Ia melihat wajah Eric di salah satu foto dan itu masih baru. Tertera tahun pengambilan foto disana. 2014. Lalu, Amanda menyadari sesuatu. Semua foto itu memiliki tanda tangan yang sama di bagian belakang. Hanya saja, nama yang tertera dibawah setiap tanda tangan adalah berbeda. Foto di tahun 2005, terdapat nama Thompson. Foto di tahun 2006, terdapat nama Sebastian. Foto di tahun 2008, terdapat nama Harry. Foto di tahun 2010, terdapat nama Louis. Foto di tahun 2012, terdapat nama Joe. Foto di tahun 2013, terdapat nama Thomas. Dan terakhir, foto di tahun 2015, terdapat nama Eric. Ya, Eric dengan wajahnya yang sekarang. Tiba- tiba Amanda ingat perkataan Mark saat mereka membicarakan tentang Eric.
‘’Amanda, ingat aku juga bisa melihat apa yang dia lakukan dengan website- website rahasianya itu. Aku juga sudah lama belajar akan hal itu. Aku bisa membaca obrolannya dengan orang- orang terdekatnya dan mengancam mereka untuk tidak melaporkannya pada polisi. Lihat ini. Ini foto- fotonya nya terdahulu. Berbeda dengan yang sekarang. Itu berarti ia sering melakukan operasi plastic agar wajahnya tidak dikenali oleh polisi. Dan, perlu kau tahu, mungkin saja nama aslinya bukan Eric!’’
Mark sudah lebih dulu melacak keberadaan Eric dan mungkin saja ia benar. Eric mengubah wajahnya setiap tahun agar orang- orang dan polisi tidak mengenalinya. Ia juga mengganti namanya setiap tahun. Wow! Nekat sekali ia. Jadi, siapa nama sebenarnya? Pikir Amanda.
Seolah membaca pikiran Amanda, Justin segera mengatakan:
‘’Well, itu masa lalunya. Sangat mengkhawatirkan. Aku ingat saat pertama kali ia dijebloskan ke dalam penjara hanya karena menolong seorang anak perempuan yang sedang disakiti oleh anak Perdana Menteri Inggris keparat itu disaat Eric berumur  13 tahun. Ia hanya menampar wajah anak itu dan mengakibatkannya masuk penjara Inggris hanya karena ia menampar anak seorang Perdana Menteri! Hah, sungguh tidak adil! Entah apa yang membuat Perdana Menteri Inggris sangat membenci Eric. Tapi aku yakin, itu semua ada hubungannya dengan Ayah Eric. Ayah Eric pernah memalukan sang Perdana Menteri saat Ayah Eric mendapatinya melakukan kecurangan dalam politik. Disamping itu, Perdana Menteri telah memperkosa calon istri dari Ayah Eric karena ia tertarik dengan wanita itu. Berhubung wanita itu tidak tertarik pada sang Perdana menteri dan mencoba melarikan diri, ia justru diperkosa  dan dibunuh saat itu juga. Mengetahui perbuatan itu, Ayah Eric tidak ambil diam dan segera menghajar sang Perdana Menteri. Sayangnya, tidak ada yang percaya pada Ayah Eric saat ia berada di ruang sidang pengadilan. Tak ada saksi yang melihat kejadian wanita itu diperkosa. Ayah Eric hanya pria biasa- biasa saja tanpa penghasilan yang memadai, sehingga ia tak mampu menyewa pengacara. Alhasil, ia kembali dijebloskan ke dalam penjara atas tuduhan perkosaan yang sama sekali tidak ia lakukan. Di dalam penjara, nasibnya justru lebih buruk. Ia dihajar habis- habisan oleh komplotan penjahat yang menantangnya untuk berduel. Kekerasan itu berlangsung dengan lama hingga ia berhasil belajar bela diri di dalam penjara itu sendiri. Ia mulai melawan komplotan penjahat  lainnya. Setelah 4 tahun dipenjara, Aya Eric dibebaskan. Saat itulah ia jatuh cinta dengan seorang wanita yang bekerja di sebuah toko roti. Seharusnya Ayah Eric senang dengan keberadaan wanita itu. Hanya saja, semua harapannya bernanding terbalik. Wanita itu selalu menuntut harta yang banyak dari Ayah Eric disaat Eric belum bisa bekerja apa- apa selain membantu istrinya berjualan roti di toko itu. Hingga lahirlah Eric, seorang bayi tampan yang memiliki wajah yang mirip dengan Ayahnya dan mata yang indah seperti Ibunya. Tetapi, terdapat sesuatu yang kurang di dalam diri Eric. Anak itu buta sejak ia mulai bernafas. Ibu Eric yang tidak menerima keadaan itu segera  memaksa suaminya untuk menitipkannya di panti asuhan dan berjanji tidak akan pernah mau melihat Eric lagi. Ayah Eric marah besar saat mengetahui keinginan istrinya itu. Ia tak mau menitipkan Eric di panti asuhan. Ia berjanji bahwa ia akan membuat Eric bisa melihat suatu saat nanti. Awalnya, Ibu Eric setuju dengan perjanjian itu. Namun, itu semua hanyalah kepura- puraan. Saat Eric sedang tidak ada di rumah, wanita itu mencoba menenggelamkan bayi Eric di dalam bak mandi. Beruntung, Ayah Eric segera datang dan memergoki istrinya berbuat demikian.  Tak segan- segan ia menampar wanita itu dan menuduhnya gila. Wanita itu, yang sudah tidak menginginkan Eric lagi meminta Ayah Eric untuk menceraikannya dengan alasan pria itu tidak bisa menghidupi keluarganya dan ia tidak mau memiliki anak yang buta. Ayah Eric pun menceraikan wanita itu dan tetap melindungi Eric hingga Eric berumur 13 tahun. Ayahnya menceritakan kisah hidupnya pada Eric dan mengajari Eric tehnik bela diri. Disaat itulah Perdana Menteri Inggris kembali melakukan pencarian pada Ayah Eric. Ia tidak puas untuk tidak menyakiti Eric. Tanpa sepengetahuan Ayah Eric, ia mengirimkan komplotan anak buahnya untuk segera membunuh Ayah Eric. Disaat itu juga, Ayah Eric tewas. Tinggallah Eric sendirian, hidup sebatang kara dan ia menemukan kami berdua di Panti Asuhan St. Hall Santiago. Kami berteman sejak saat itu dank karena kami tidak memiliki apa- apa, kami terpaksa mencuri dan mencopet. Bahkan tak segan- segan kami memaksa seorang wanita di sebuah toko makanan untuk memberikan makanan pada kami secara gratis. Saat itulah ia mulai mengenal dunia kekerasan. Berbekal ilmu bela diri yang diajarkan Ayahnya padanya, ia pun menolong seorang perempuan kecil yang sedang diganggu oleh anak sang Perdana Menteri yang juga masih berumur 13 tahun. Ia hanya menampar wajah anak sang Perdana Menteri, dan keadilan tidak berpihak padanya. Ia dijebloskan ke dalam penjara untuk satu tahun.  Setelah ia bebas, ia kembali bersama kami dan disinilah kami. Kami tidak mempunyai rumah dan kami nekat untuk menempati Barkeley Square ini. Kami diam- diam masuk ke dalam rumah ini, meskipun awalnya kami takut karena menurut cerita orang- orang, rumah ini berhantu. Tapi, sejauh ini kami tidak pernah dihantui.  Setelah itu, Eric memiliki keinginan untuk balas dendam dengan sang Perdana Menteri beserta komplotan anak buahnya. Tanpa perasaan bersalah, kami mencuri uang Perdana Menteri  dan berhasil masuk ke rumah pribadinya. Kami pun membunuh beberapa anak buahnya dengan pistol rakitan kami sendiri. Saat itu kami berusia 17 tahun. Karena Eric memiliki tehnik jitu dalam mencuri, ia tidak hanya mencuri uang tunai dari dalam lemari sang Perdana Menteri, akan tetapi ia juga meretas website resmi Kementerian Inggris dan website pribadi sang Perdana Menteri. Ia lakukan itu semua, hingga ia mendapatkan banyak uang dan membantu kami berdua hingga kami bisa hidup seperti sekarang ini. Tetapi, Eric tidak hanya berhubungan dengan Perdana Menteri Inggris saja. Sebab ia juga memburu komplotan anak buah sang Perdana Menteri  yang pernah menewaskan Ayahnya.  Mereka tinggal di tujuh negara seperti Maroko, Spanyol, Perancis, Italia, Australia, Jepang, dan disini, Inggris. Sejak umur 17 tahun itulah ia sering keluar masuk penjara dan disiksa dengan amat sangat. Eric mengubah wajahnya setiap tahun agar polisi tidak mudah mengenalinya. Wajahnya yang asli adalah pada saat ia berumur 13 tahun dan ia tidak memiliki foto dirinya disaat ia berumur 13 tahun. Dan Eric yang sekarang sudah tidak seperti dulu lagi. Ia tidak mudah ditipu, ia punya tehnik jitu, dan ia masih ingin membalaskan dendam dengan sang Perdana Menteri atas kematian Ayahnya dan ia sangat membenci Ibunya yang telah mencampakkannya. Hidup ini keras Amanda!’’ Justin menyudahi kisah perjalanan hidup Eric yang mengharukan. Tanpa sadar, Amanda menitikkan air mata dan terduduk dalam diam. Anggapan orang- orang terhadap Eric selama ini adalah salah. Ya, dia memang pencuri namun ia punya alasan untuk itu. Perdana Menteri Inggris keparat itulah yang seharusnya berada dalam keterpurukan, bukan Eric. Polisi menjadikan Eric buronan karena ia sudah banyak mencuri dan menghabisan anak buah Perdana Menteri Inggris di tujuh negara.  Kali ini, Amanda menjadi bimbang. Ia memang tidak seharusnya melaporkan Eric pada polisi. Namun, jika ia berhubungan dengan Eric, akan berbahaya bagi dirinya nanti. Ia akan menjadi buronan polisi juga. Ia ingin memiliki masa depan dan bekerja sebagai wanita karir, lalu hidup bebas tanpa diketahui oleh polisi. Apa mungkin ada cara lain?
                                                                              

                                                                     ***


Awan mendung yang menggantung di langit terlihat menyeramkan seperti bayangan putih yang siapa menerkam siapa saja. Malam yang dingin tanpa bintang , dengan suara jangkrik yang saling bersahutan menambah suasana semakin mencekam. Eric dan Amanda menerobos pintu masuk ke arah atap apartemen Eric. Eric tak menyangka bahwa seluruh isi apartemennya telah diobrak abrik oleh polisi- polisi Inggris beserta anak buahnya disaat ia sedang tidak ada disana. Kertas- kertas berserakan, sofa seperti baru saja dicabik- cabik oleh binatang buas, kursi dan meja makan berada dalam posisi terbalik. Sekarang, polisi- polisi itu sudah mengetahui tempat tinggalnya. Beruntung, sejauh ini mereka belum mengetahui markasnya bersama Justin dan Steven di Barkeley Square. Eric yakin polisi- polisi tersebut tidak akan melacak rumah itu karena rumah itu sudah dianggap tidak berpenghuni lagi. Dengan sikap waspada, Eric dan Amanda mencoba melihat kebawah melalui atap gedung apartemen. Tiba- tiba, Eric berkata.
‘’Lihat itu. Ada dua pemburu yang sepertinya mengincar kita. Pertama, pemburu yang berdiri di dekat tiang lampu itu, lalu pemburu berbaju hitam yang duduk di depan toko itu!’’ Ujar Eric sambil mengarahkan teropongnya ke bawah sana, ditempat keramaian di jalan raya. Amanda segera mengarahkan teropongnya kea rah jalan.
‘’Astaga, bagaimana bisa kau semudah itu mengenali kedua pemburu itu? ‘’Alis Amanda berkerut.
‘’Yah, aku sudah dilatih untuk itu. Mereka terlihat seperti orang biasa saja. Namun alat pendeteksi di tangan kiriku bisa melacak keberadaan benda tajam yang ada di saku mereka. Sekarang, kuharap masukkan ponsel dan barang- barang penting lainnya di tas ransel yang sedang kau pegang itu. ,Tas itu sudah dilindungi alat pemindai yang melindungi setiap barang agar alat pelacak si pemburu tidak dapat menembusnya!’’ Ujar Eric mantap.
‘’Bagaimana mungkin ada tas seperti itu!’’ bantah Amanda.
‘’Kau ini keras kepala Amanda sayang. Sekarang teknologi sudah semakin maju dan bukan tidak mungkin aku memiliki tas seperti itu!’’ Eric tersenyum meyakinkan. ‘’Baiklah kita harus kebawah dengan menggunakan tali ini. Kita akan memanjat melalui dinding belakang dan kita akan berhenti tepat di lantai 2. Disitu ruangan kosong dan banyak tempat untuk bersembunyi. Kita bisa bersembunyi kalau saja mereka mengejar kita di setiap lantai!’’ Eric menambahkan.
Entah mengapa, Amanda percaya begitu saja dengan apa yang diucapkan Eric dan ia merasa nyaman untuk selalu berada di sampingnya. Sejauh ini, ia tidak sedang berada dalam bahaya. Meskipun agak takut, Amanda mencoba memberanikan diri untuk bertumpu pada tali dan dinding yang mengarahkannya untuk turun kebawah. Pelan namun pasti, Eric membantu Amanda mendarat di jendela apartemen di lantai 2 hingga mereka mendengar suara: ‘’ITU MEREKA! TEMBAK!’’
Suara helicopter yang memekakkan telinga segera mengeluarkan tembakan yang bertubi-tubi kearah jendela kaca apartemen lantai 3 itu. Amanda dan Eric segera berkelit untuk menghindari serangan yang bertubi- tubi itu. Lengan kanan Eric tertembak dan mengeluarkan banyak darah. Mereka berusaha bersembunyi di balik sebuah loker pakaian usang dan masuk ke dalam nya. Tak lama mereka mendengar suara- suara langkah kaki menuju lantai 3. Para polisi beserta anak buah mereka.
‘’DIMANA KEPARAT ITU? KELUARLAH KAU ATAU KAU AKAN DISIKSA NANTINYA!’’ teriak seorang polisi. Kembali terdengar suara ribut- ribut. Eric berasumsi sepertinya mereka sedang berdebat mengenai tempat persembunyiannya dengan Amanda saat ini. Eric memeluk Amanda di dalam loker, merasakan detak jantung wanita itu berdegup dengan cepat, pertanda ia sedang ketakutan setengah mati. Di dalam hati, Eric merasa bersalah karena telah membawa wanita ini masuk ke dalam hidupnya yang berbahaya. Tetapi, ia bersumpah ia  akan berusaha sekuat tenaga untuk melindungi wanita yang dicintainya ini. Ia tak akan membiarkan siapapun menyakitinya. Dan ia harus menyembunyikan identitasnya sebagai kekasih dari wanita ini. Amanda merasakan darah segar yang masih mengalir dengan deras melalui lengan kanan Eric yang tertembak. Ia merasa kasihan dengan Eric. Apa yang harus ia perbuat? Ia harus menunggu sampai keadaan aman untuk segera menutupi luka Eric dengan perban yang ada di dalam tas ranselnya. Samar- samar, suara- suara pun menghilang diikuti langkah kaki yang berjalan menuju lift  ke lantai bawah.
Setelah dirasa aman, dengan segera Eric dan Amanda keluar dari loker tersebut. Amanda segera mengeluarkan perban putih dari dalam tasnya dan melilitkannya dengan hati- hati di lengankanan Eric. Keduanya menghmbuskan nafas lega.
‘’Sekarang kita harus menyamar dan menggunakan seragam seperti para polisi itu untuk bisa melarikan diri!’’ ujar Eric.
‘’Tapi, aku takut. Mereka akan mudah menemukan kita. Ditambah lagi, mereka sudah pasti akan mengenali wajah barumu karena aku yakin mereka sudah mencari informasi untuk itu!’’ujar Amanda tak yakin.
‘’Tenanglah sayang. Aku akan menggunakan kaca mata hitam ini untuk sementara. Dan sepertinya ada dua seragam polisi di salah satu loker disini. Ayo temukan!’’ Ujar Eric sambil berdiri dan mulai mebuka loker satu persatu. Setelah ia menemukannya, keduanya segera berganti pakaian di tempat itu juga dalam keadaan darurat. Dengan langkah pasti, mereka menuruni tangga dan menuju lantai satu yang gelap gulita. Eric segera menyalakan lampu.
‘’Hey kau ini bodoh atau apa? Untuk apa kau menyalakan lampu di bawah sini,? mereka akan mudah melihat kita melalui cahaya yang ada!’’ protes Amanda.
‘’Sayangku Amanda. Maaf kalau aku lupa memberitahumu mengenai alat pemindai cahayaku. Aku memiliki alat itu dan menggunakannya saat ini. Mereka yang diluar tidak akan bisa melihat kita melalui kaca jendela sekalipun lampu disini menyala, karena pemindai cahaya ini berfungsi untuk menyembunyikan cahaya sehingga orang- orang tidak bisa melihat kita. Lagi- lagi, Amanda kagum dengan alat- alat yang dimiliki Eric. Ternyata ia sudah berlatih begitu banyak agar tidak diketahui oleh musuhnya, pikir Amanda. Mereka melangkah keluar sambil  berpura- pura menodongkan pistol  dan Amanda mengatakan pada sang Sherif polisi:
‘’Maaf, sir! Kami tidak menemukan siapapun di lantai 3!’’
Sang sheriff menatap kedua polisi palsu di depannya dan tidak menaruh curiga sama sekali. Untuk sementara mereka berdua aman, hingga Eric menemukan seseorang diantara para polisi yang menatapnya dengan tatapan tajam.
Oh tidak, aku tak boleh ketahuan! Pikir Eric. Dengan langkah cepat, Eric dan Amanda berpura- pura bergabung dengan para polisi untuk kemudian berencana melarikan diri secepat mungkin.
Hingga akhrinya sebuah tangan mencengkeram bahu Eric dari belakang. Eric menoleh dan menyadari bahwa orang yang mencengkeramnya adalah Steven, Steven lah yang menatapnya dengan tajam sejak tadi. Mereka  bertiga akhirnya menepi dan mencoba melarikan diri.



                                                                                 ***


‘’Huh, kalau saja kau melakukan sedikit kesalahan saja tadi, kau akan ketahuan, bung! Untung saja aku segera datang ’’ Ujar Steven sesampainya mereka berada di Barkeley Square.
‘’Yah sudah lah. Setidaknya itu satu- satunya cara agar aku dan Amanda bisa meloloskan diri dari kejaran mereka!’’ balas Eric dengan santainya.
Amanda merasa lega saat ia menyentuh kasur empuk yang ada disalah satu kamar tidur di Barkeley Square yang menjadi kamar tidur Eric selama ini. Amanda memang mendapati kamar itu terlihat seram. Namun, kenapa ia harus takut jika Eric dan kedua sahabatnya justru tidak mendapatkan gangguan apa- apa selama mereka tinggal disini. Tiba- tiba Eric yang masuk melalui pintu segera memeluk Amanda dari belakang.
Eric mencumbu leher jenjang Amanda dan menjilati kulitnya. Amanda menikmati setiap sentuhan yang ia dapatkan. Tanpa sadar, mulutnya membuka dan mengeluarkan sebuah desahan nikmat. Itu membuat Eric semakin bergairah dan ingin menikmati setiap inchi dari tubuh Amanda. Eric merebahkan tubuh Amanda di atas kasur dan disanalah mereka menjalin hubungan cinta mereka dengan bersatunya 2 tubuh yang saling mencintai. Amanda merasakan puncak kenikmatan yang luar biasa saat daging keras yang ada di selangkangan Eric melakukan penetrasi yang mendalam di dalam tubuhnya. Ia merasakan nikmat yang luar biasa. Ia membutuhkan kehangatan dari pria yang benar- benar mencintainya sepenuh hati. Setelah keduanya mencapai puncak kenikmatan, Amanda tersenyum dan berkata:
‘’Hey bajinganku sayang! Berhentilah untuk mengancamku sekali lagi untu menerima cintamu! Hahaha, dari awal aku sudah mengira kau tak akan mungkin menyakitiku!’’
‘’Ya, aku hanya bermain- bermain dengan ancamanku. Karena aku tak mungkin menyakiti wanita yang aku cintai!’’ balas Eric seraya mengecup kening Amanda.
‘’Dan satu lagi, kurasa aku menyayangimu saat ini. Tidak seperti saat pertama kali kau mengancamku untuk menerima cintamu. Awalnya cintaku padamu hanyalah sebuah kebohongan.  Aku menerima cintamu supaya aku bisa membongkar semua rahasiamu. Namun, setelah aku bersamamu, aku mengubah pikiranku dan aku menemukan sesuatu yang special dari dalam dirimu. Kau tangguh! Aku mencintaimu Eric! ‘’ ujar Amanda dengan suara meyakinkan.
‘’Aku mencintaimu juga sayang! Tapi, bagaimana dengan teman- temanmu? Kurasa mereka tidak akan senang dengan kabar ini!’’ ujar Eric.
‘’Aku tidak akan memberitahukan pada siapapun mengenai hubungan kita. Ini untuk keselamatanku juga. Tapi aku bersumpah aku akan membantumu jika kau sedang berada dalama masalah Eric! Biarlah sahabat- sahabatku menentang hubungan kita, aku tak peduli lagi dengan semua itu! Kau tentunya sudah tahu saat aku bercerita pada mereka bahwa aku tertarik padamu dan mereka mulai menentangku setelah mereka tahu kau adalah seorang pencuri. Yang terpenting sekarang adalah mereka tak perlu tahu mengenai hubungan kita. Kalau mereka tahu, mereka pasti akan menuduhku bekerja sama denganmu dan melaporkan kita berdua ke polisi!’’ Amanda mencoba meyakinkan Eric.
‘’Baiklah, terserahmu saja nona manis!’’ ujar Eric.
‘’Tapi bukan berarti aku mendukungmu untuk tetap berprofesi sebagai pencuri. Ayolah Eric, apa kau mau selamanya menjadi buronan? Kau harus bersumpah padaku kau akan berhenti melakukan tindakan pencurian setelah kau berhasil membalaskan dendam Ayahmu kepada Perdana Menteri Inggris. Okay?’’ desak Amanda.
‘’Baiklah, demi kau, apa pun akan kulakukan! ‘’ ujar Eric dengan suara mantap dan segera melumat bibir Amanda. Keduanya kembali melakukan proses penyatuan tubuh yang membuat cinta mereka semakin kuat.


THE END

 ***