Oleh: Afifah Amani
London, September 14th
2014 di Barkeley Square
Awan di langit berubah warna menjadi kelabu, pertanda
mendung sudah tiba. Suara petir memecah suasana malam itu, diikuti dengan hujan
deras yang mengguyur jalanan dan perumahan di Barkeley Street. Suasana mendung malam itu bagaikan suasana tanpa adanya tanda- tanda kehidupan. Jalanan sepi,
sepertinya orang- orang lebih memilih berdiam diri di rumah dari pada harus
berkeliaran di luar rumah. Hanya tampak mobil sedan hitam yang terparkir di
depan sebuah rumah, Barkeley Square. Rumah itu sudah lama tidak dihuni sejak
terdapat banyak kasus pembunuhan dan di
percaya sangat angker. Namun, rumah itu bukanlah sesuatu yang akan dihindari
oleh seorang pria yang sedang berada di dalam sedan hitam itu. Rumah itu
menjadi salah satu tempat favoritnya. Dan akan selamanya menjadi tempat
favoritenya.
Dengan memakai tudung hitam, ia menarik dan menggenggam
lengan seorang wanita yang duduk
disampingnya dengan sangat erat, lalu
membawanya keluar dari mobil sedan tersebut. Mereka masuk melalui pintu pagar
yang berkarat. Bunyi ‘’krrrrrriiiikkkkk’’
terdengar saat si pria mendorong pintu
pagar itu. Amanda merasa sedikit was was dengan suasana yang ia lihat di
sekitar rumah itu. Pohon ek tua berdiri dengan kokoh di sudut pagar yang
membatasi halaman dengan jalan di Barkeley Street. Pohon ek itu terlihat tambah
menyeramkan dengan seekor burung elang yang sedang bertengger di salah satu
tangkai kokohnya. Rumput- rumput liar menyebar di sekitar halaman rumah, tumbuh
dengan sangat tinggi sehingga menutupi rumah yang ada di baliknya. Cat dinding
yang sudah mengelupas disana- sini menandakan rumah itu sudah lama tidak dihuni
dan tidak diurus. Pria itu, Eric, segera membawa Amanda masuk ke dalam rumah.
‘’Kau ingin selamat
dan tidak mau dipermalukan kan? Baiklah kau harus bersedia menjalin hubungan
cinta denganku!’’ Ujar Eric sembari menatap tajam ke arah Amanda. Dengan
tatapan mengancam, ia berusaha sepenuh hati untuk membuat wanita di hadapannya
mematuhi apa yang dikatakannya.
Wanita itu, Amanda, mencoba menatap balik mata hitam yang
mempesona sekaligus menakutkan seperti elang itu. Ia menemukan kesungguhan yang
ada di dalam mata hitam itu. Sejujurnya, ia merasa tidak terancam sama sekali
meskipun pria di hadapannya ini menunjukkan keseriusan. Amanda memiliki insting
yang kuat dalam membaca situasi dan ia merasa yakin pria di hadapannya ini
tidak mungkin akan menyakitinya jika ia menolak cintanya. Entah mengapa, ia
memiliki firasat bahwa pria di hadapannya ini tidak akan berbuat macam- macam
padanya. Akan tetapi, ia harus tetap waspada. Ia tidak ingin masa lalunya
terulang kembali. Masa lalu yang membuatnya sakit hati dan merasa sulit sekali
untuk mempercayai pria dengan sepenuh hati. Pikirannya kembali ke masa lalu……..
London, December 15th
2008
Amanda merasakan pengalaman yang luar biasa
saat penyatuan tubuhnya dengan Jack berada di puncak kenikmatan. Rasanya
seperti ada aliran listrik yang mengalir melalui pembuluh darahnya. Hanya saja,
aliran ini rasanya tidak sakit sama sekali. Jack telah berjanji padanya untuk
selalu mencintai Amanda kapanpun, dimanapun, hingga maut memisahkan keduanya.
Lidah Jack menari- nari dengan lincah di sekitar mulut Amanda, menciptakan
gelombang energi yang luar biasa bagi keduanya. Perasaan cinta keduanya semakin
kuat hingga mereka menuju puncak kenikmatan yang luar biasa. Jack tersenyum
seraya berkata. ‘’Aku tidak akan pernah meninggalkanmu untuk selamanya’’
Amanda mengangguk
dalam diam dan tersenyum. Ia akan mengingat janji itu selamanya. Setiap apapun
yang dikatakan oleh Jack, ia akan tetap mengingatnya sampai kapanpun. Hingga
waktu itu tiba…..
2 bulan kemudian….
‘’Jack, kau dengar
aku? Aku hamil anak kita!’’ Ujar Amanda dengan nada riang saat ia berbicara
dengan Jack melalui telepon rumahnya.
‘’Kau sedang berbohong
kan Amanda?’’ Jack balik bertanya dengan perasaan sedikit tidak tenang. Entah
mengapa, ia tidak senang mendengar kabar bahwa Amanda sedang hamil.
‘’Apa aku terdengar
seperti orang berbohong Jack? Aku yakin sekali. Pagi ini aku menemui Dokter
Henry dan dia memeriksa keadaanku. Dan
aku positif hamil!’’ balas Amanda masih dengan nada riang dan menggebu- gebu.
Jack tertegun beberapa
saat. Tidak. Tidak. Tidak. Bukan ini yang ia inginkan. Ia tidak ingin terikat
selamanya dengan Amanda. Ia masih ingin hidup bebas. Jack berpikir keras untuk
mencari cara agar ia bisa menghindar dari Amanda. Lalu, terlintas suatu kalimat
yang ada di dalam benaknya.
‘’Dengar Amanda, kau
pernah mengatakan bahwa kau pernah tidur dengan pria lain sebelum kau tidur
denganku, bukan? Bukannya aku tidak mau mengakui bahwa anak yang ada di dalam
kandunganmu itu adalah darah dagingku, akan tetapi aku yakin sekali, anak yang
kau kandung sekarang ini ada;ah anak dari pria yang menidurimu sebelum aku
menidurimu!’’ Ujar Jack dengan nada hati- hati.
‘’Apa kau bilang? Pria
sebelum dirimu tidak pernah melakukan hubungan intim denganku. Aku dan dia
hanya tidur bersama. Kaulah yang melakukan hubungan intim denganku dengan
menitipkan cairanmu di dalamku!’’Amanda merasa ada yang tidak beres dengan
Jack. Oh tidak, apakah Jack berniat akan meninggalkan ia dan bayi yang ada di
dalam kandungannya? Tidak, jangan sampai itu terjadi.
Jack merasa bimbang.
Bagaimana bisa ia akan bertanggung jawab dengan bayi yang dikandung Amanda?
Mereka berdua masih belia, berumur 18 tahun, baru menginjakkan kaki di tahun
pertama di Abbey Mount High School. Jack belum punya apa- apa untuk bisa
menghidupi keluarganya nanti. Ia tahu betul bahwa bayi yang dikandung Amanda
adalah darah dagingnya sendiri. Akan tetapi, tidak semudah itu untuk
menjalaninya. Tanpa memperdulikan Amanda yang masih menunggu jawaban darinya,
ia segera menutup telepon.
2 hari kemudian………
Asrama sekolah Abbey Mount High School,
pukul 8 malam.
Iseng saja, Amanda mendekat ke jendela
kaca kamarnya dan menyentuh permukaannya dengan ujung telunjuk kanannya. Hawa
dingin segera menjalari wajah dan lengan kanannya. Dari balik kerai tipis di
lantai empat itu, salju tampak turun menggumpal- gumpal seperti kapas yang
dituang dari langit. Ketukan- ketukan halus terdengar setiap gumpal salju
menyentuh kaca di depan Amanda. Tidak jauh, tampak Trafalgar Square, sebuah
lapangan beton yang luas yang dikelilingi gedung- gedung berdinding kelabu di
tengah kesibukan London. Amanda menatap pemandangan di luar dengan wajah sendu.
Ia masih menunggu kabar dari Jack. Sudah dua hari ia mencoba menghubungi Jack,
namun tak ada tanda- tanda Jack menampakkan diri. Ia harus segera melakukan
tindakan dengan cepat sebelum Jack menjauh darinya.Ya, ia harus mempertahankan
bayi yang ada dalam kandungannya. Jika Jack menjauh darinya, ia akan segera
melapor tindakannya kepada kepala sekolah dan orang- orang terdekat Jack.
Memberitahu mereka bahwa ia sedang mengandung anak dari Jack. Akan tetapi,
Amanda masih bimbang dengan itu semua. Ia segera mengambil jacket tebal yang
tergantung di balik pintu kamarnya. Ia segera memakainya, lalu menuju rak
sepatu untuk mengambil spatu boot coklatnya. Tak lupa ia memakai syal
favoritenya. Ia segera melangkah keluar, menuju lift hingga ke lantai dasar. Ia
pun segera menghirup udara malam.
Bunyi gemeretak
terdengar setiap sepatu bootnya menginjak onggokan salju tipis yang menutupi
permukaan trotoar. Amanda menatap langit diatasnya dan tidak menemukan sesuatu yang menarik karena
langit sedang tidak berwarna. Hanya tampak gumpalan salju yang turun dari
langit. Ia tidak menyadari bahwa malam itu ia tidak akan memiliki bayi lagi
dalam kandungannya. Ia tidak menyadari ia akan kehilangan bayi itu secepat
mungkin. Hingga tiba- tiba…..
Sebuah tangan kekar
dengan menggunakan sarung tangan menarik lengan Amanda dan segera membungkam
mulut Amanda dengan satu tangan sementara tangan lainnya mencengkeram kedua
tangan Amanda dengan kuat. Amanda yang merasa kejadian itu terjadi begitu cepat
berusaha teriak untuk meminta pertolongan. Akan tetapi suaranya teredam dibalik
tangan yang kekar itu. Samar- samar ia melihat siapa pria yang membungkamnya
saat ini. Pria itu memakai topi dan kaca mata hitam. Lalu, pria tersebut segera
menarik Amanda memasuki sebuah mobil sedan hitam. Jalanan malam itu sepi, sehingga pria itu
dengan mudah meringkus Amanda.
‘’Kau akan
menggugurkan bayi itu atau kau akan mati ditanganku. Dan jika kau teriak saat
ini juga, akan kubunuh kau!’’ seru pria itu dengan suara memaksa. Ia pun
membuka kacamata dan topi hitamnya,dan Amanda menyadari siapa pria itu. Astaga,
itu Jack, ayah dari bayi yang dikandung Amanda.Jack, apa yang kau lakukan?
Teriak Amanda di dalam hati. Dengan satu tangan yang masih membungkam mulut
Amanda, Jack berusaha mendesak Amanda.
‘’Akan kubawa kau
kerumah sakit dan menemui Dokter Henry saat ini juga. Kau harus segera
menggugurkan bayi itu malam ini! Kau dengar aku? Jika kau berani- berani
melaporkan kejadian in pada orang lain,
kau akan mati diatanganku! Aku juga akan membayar dokter Henry untuk
ini. Dengar, aku tidak ingin memiliki anak di usiaku yang masih 18 tahun ini!
’’ ujar Jack dengan nafas memburu seraya menatap tajam kea rah Amanda yang
sudah mengucurkan air mata di kedua pipinya.
Kejadian itu
berlangsung dengan cepat hingga Amanda pun menggugurkan bayi yang ada di dalam
kandungannya dengan berat hati. Di dalam hati, ia merasa muak dengan sikap
Jack. Semuanya hanya omong kosong. Jack berjanji padanya bahwa Jack tidak akan
pernah meninggalkannya. Akan tetapi, setelah kejadian malam itu, Jack pergi
meninggalkan Amanda tanpa meninggalkan kabar sedikitpun. Amanda menangis dalam
kesendirian. Kini ia tidak memiliki siapa- siapa. Anaknya telah tiada, dan
kekasih hatinya telah pergi. Ia tidak bisa berbuat apa- apa. Ia merasa malu
pada keluarganya. Ia malu ia memiliki anak di umurnya yang masih belia.
Kakaknya pasti mengatakan: ‘’Kau saja yang bodoh. Kenapa kau tidak bermain aman
dengan si keparat itu?’’. Tidak. Ia tidak akan menceritakan pada siapapun bahwa
ia sudah pernah memiliki anak.
Hingga satu bulan
kemudian. Ia mendengar kabar Jack tewas kecelakaan di arena balap liar bersama
kedua temannya. Mampus kau keparat. Matilah dan pergilah ke neraka. Amanda
tersenyum bahagia mendengar kabar itu. Sejak saat itu, ia sulit mempercayai
pria manapun dan berjanji tidak akan pernah menjalani hubungan serius dengan
pria manapun. Selama ia bersekolah di Abbey Mount High School hingga tahun
ketiganyanya kuliah di Westminster
University dengan beasiswa penuh karena nilai- nilainya yang tinggi, Amanda
selalu bermain- main dengan pria manapun yang ia pacari. Setelah Jack, ia
berjanji tidak akan mempercayai pria manapun.
Hingga akhirnya….
London, Agustus 17th
2014
Seorang pria misterius, Eric, baru saja lulus dari University Of College
London dengan prestasi yang biasa- biasa saja masuk ke dalam kehidupan Amanda. Keduanya
bertemu di National Gallery di sekitar Trafalgar Square. Amanda sedang
mengagumi lukisan karya Leonardo Da Vinci yang berjudul ‘’The Virgin Of The
Rocks’’ dan juga puisi- puisi William Shakespeare di bagian rak buku yang
menyimpan karya sastra Inggris dari zaman Victoria hingga Elizabeth. Ia
menikmati metafora ‘’seks’’ yang ada di setiap puisi William Shakespeare. Entah
mengapa, ia senang mempelajari budaya orang Inggris dari zaman kuno hingga saat
ini. Ia membaca sebuah jurnal yang berjudul:’’ Keperawanan Dalam Budaya
Masyarakat: Kajian Feminisme’’. Ia menikmati setiap kata yang ditulis di dalam
jurnal tersebut. Ia benar- benar menjiwai setiap kata di dalam kalimat itu.
‘’Wow, kau mempunyai
selera yang bagus nona cantik!’’Sebuah suara berat namun berwibawa mengagetkan
Amanda. Ia berpaling dan melihat seorang pria tampan dengan wajah dingin dan
bola mata hitam yang mendalam seolah- olah ingin menelan Amanda dan masuk ke
dalam bola mata hitam itu.
‘’Oh hai, hmm…aku
tidak bisa mengatakan seleraku itu bagus. Hanya orang lain yang dapat
menilainya dan kurasa kau sudah mengatakan penilaian itu!’’ ujarnya sambil
tersenyum dan memperkenalkan diri. Keduanya berjabat tangan. Pria itu, Eric,
merasakan sesuatu yang berbeda dari wanita yang ada di hadapannya ini.
‘’Aku rasa kau
mengambil jurusan Sastra Inggris, bukan begitu nona?’’ Tanya Eric.
‘’Panggil aku Amanda
saja. Dan ya, tebakanmu benar. Mungkin kau melihatku sedang membaca jurnal
Feminisme ini!’’ jawab Amanda seraya mengembalikan jurnal itu di rak buku.
‘’Ya! Hey..kau tidak
harus meletakkan jurnal itu kan? Lanjutkan saja membaca. Maaf aku sudah
mengganggumu!’’ Jack mencoba berbasa- basi.
‘’Tidak masalah. Aku
bisa kesini lain kali. Lagi pula, aku harus menemui temanku yang bekerja di
kafe Burgin & Burke yang ada di ujung jalan itu. Kau mau ikut? Kita bisa
menikmati segala macam jenis kopi yang ada disana!’’ Amanda segera melangkahkan
kaki keluar dari National Gallery dan diikuti oleh Eric yang menganggukkan
kepala tanda setuju.
Seminggu Kemudiaaan……
‘’Ayolah, Eric itu
berbahaya. Tidakkah kau tahu ia sudah menjadi buronan banyak polisi di tujuh negara. Ia
dituduh mencuri uang Perdana Menteri Inggris, dan setiap hari ia hanya bekerja
untuk meretas beberapa website rahasia yang begitu penting. Ia meretas akun-
akun orang penting dan mencuri banyak uang!Kau tak boleh boleh berhubungan
dengan pria itu!’’ seru Clarissa, teman baik Amanda, saat mereka sedang
menikmati makan siang di kantin kampus.
‘’Tapi, kenapa ia
terlihat seperti bebas berkeliaran di dunia nyata? Seharusnya polisi sudah
meringkusnya!’’ alis Amanda berkerut tanda ia berpikir keras.
‘’Amanda, ingat aku
juga bisa melihat apa yang dia lakukan dengan website- website rahasianya itu.
Aku juga sudah lama belajar akan hal itu. Aku bisa membaca obrolannya dengan
orang- orang terdekatnya dan mengancam mereka untuk tidak melaporkannya pada
polisi. Lihat ini. Ini foto- fotonya nya terdahulu. Berbeda dengan yang
sekarang. Itu berarti ia sering melakukan operasi plastic agar wajahnya tidak
dikenali oleh polisi. Dan, perlu kau tahu, mungkin saja nama aslinya bukan
Eric!’’ ujar Mark, pria yang menjadi teman dekat Amanda semenjak tahun pertama, dengan yakin.
Amanda merasa
beruntung memiliki teman- teman yang peduli akan dirinya. Dan perasaan
cintanya mulai menaruh curiga dengan
Eric. Siang itu, ia menerima sebuah misi dari teman- temannya. Jika ia berhasil menangkap Eric dan
melaporkannya pada polisi, ia akan mendapatkan duit sejumlah 2 milliar dari
Ayah Mark yang kaya. Ayah Mark adalah sahabat baik dari Perdana Menteri Inggris
saat ini.
Lalu, mulailah Amanda
melancarkan misinya.
Siang itu, ia menuju
apartemen St. Hall Santiago yang berada di ujung jalan. Eric tinggal disana dan
Amanda yakin sekali siang itu Eric sedang beristirahat di apartemennya. Ia pun
mengikuti orang- orang yang menaiki lift, dan segera menuju lantai 5 apartemen
tersebut. Ia melihat pintu kamar Eric tertutup. Dengan pelan namun pasti, ia
membuka gerendel pintu tersebut dan dengan mudah memasuki ruangan itu. Aneh.
Kenapa Eric tidak mengunci pintu kamarnya? Amanda mencoba berhati- hati dengan
setiap langkah kakinya. Sambil membawa pistol di tangannya, ia bersiap siaga
dengan segala kemungkinan yang terjadi. Di satu sisi, ia merasa bodoh karena ia
tidak memiliki skill dalam hal penangkapan ini. Tetapi di sisi lain, ia
membutuhkan uang seharga 2 milliar itu untuk masa depannya nanti.
Tiba- tiba seorang
pria berjalan menuju pintu terbuka di ruang tengah tempat Amanda berdiri. Itu
Eric.
‘’Kau bajingan!
Menyerahlah sebelum ku potong penismu!’’ seru Amanda dengan suara mantap seraya
menodongkan pisau dan pistol ke arah pria itu.
‘’HoHoho, Amanda, apa
yang sedang kau lakukan? Letakkan benda- benda berbahaya itu dan kita bisa
berbicara. Ada apa denganmu? ‘’ Eric mengangkat alis kanannya. Masih dengan
pistol dan pisau di tangannya, Amanda masih tetap bersikap siaga sambil tetap
fokus dengan gerak- gerik Eric.
‘’Kau pencuri dan aku
tahu para polisi sangat sulit untuk melacakmu saat ini! Tapi kau tidak bisa
membodohiku. Aku sudah disini dan jangan pernah remehkan aku sebagai wanita!’’
teriak Amanda.
‘’Well, well,
well…jadi kau sudah mengetahui reputasiku. Hebat juga kau ini. Padahal aku
tidak pernah cerita apa- apa tentang diriku padamu!’’ ujar Eric seraya
tersenyum simpul dan menanggapi perkataan Amanda dengan santainya.
Amanda yang sudah
memendam amarahnya, segera bergerak dengan cepat. Ia segera menekan tombol
pistolnya dan mengarahkannnya ke arah kaki Eric. Namun….
Aneh pistolnya tidak
berfungsi sama sekali. Amanda bersumpah ia sudah mengisinya dengan peluru
sebelum ia datang ke apartemen ini. Oh tidak, ini tidak boleh terjadi. Apa yang
akan terjadi denganku nanti?. Eric yang sedari tadi masih menanggapi Amanda
dengan santainya, kembali tersenyum dan berkata.
‘’Kau bahkan tidak
bisa membedakan mana pistol yang berisikan peluru atau tidak, nona cantik! Kau
bahkan tidak memikirkan sebelumnya bahwa aku sudah pasti akan mengawasimu
selama ini, bahkan sebelum kau menerima misi bodoh ini dari teman- temanmu yang
sok tahu itu!’’
Oh tidak, pikir
Amanda. Darimana ia tahu aku sedang dalam misi penangkapan atas diri Eric? Dan
kenapa ia harus mengawasi Amanda?. Seolah- olah sedang membaca pikiran Amanda,
Eric segera mengatakan: ‘’Setiap orang yang dekat denganku, sudah pasti akan
kuawasi. Kurasa kau tahu bahwa teknologi saat ini sudah maju dan aku bisa
mengawasi gerak- gerikmu. Aku sudah
bisa memastikan bahwa cepat atau lambat, kau akan menaruh curiga padaku! Dan
perlu kau tahu, pada saat kau sedang mandi, aku datang ke apartemenmu dan
segera menyelinap melalui jendelamu yang terbuka. Aku menemukan pistol itu dan
segera mengosongkan isinya!’’.
Amanda yang merasa
dibodohi, muak dengan sikap sok tenang yang dimiliki Eric. Dengan kemampuan
bela diri yang pernah ia pelajari saat bersekolah di Abbey Mount High School,
ia mencoba menerjang melawan Eric. Eric mampu menepisnya dengan secepat kilat,
dengan menahan tangan kanan Amanda. Namun, Amanda tak kalah cepat. Ia segera
menggunakan kedua kakinya untuk menyerang selangkangan Eric. Dan….kena. Ya,
Eric merasakan sakit yang luar biasa pada selangkangannya. Namun, ia tidak
ambil pusing akan hal itu sebab ia sudah sering mendapatkan serangan itu saat
orang- orang mencoba memburunya selama ini. Ia punya pertahanan yang kuat.
Dengan insting yang kuat, ia segera menangkap kedua kaki Amanda, hingga Amanda
jatuh terduduk dengan bokongnya menyentuh lantai. Amanda merasakan sakit yang
luar biasa dan ia susah untuk berdiri. Dalam hati ia mengutuk perbuatan Eric. Dasar
kau bedebah sialan. Kalau saja badanku lebih besar dari badanmu, sudah ku
cincang kau menjadi potongan- potongan daging kecil. Eric segera menyodorkan tangan kanannya, berniat
untuk menolong Amanda berdiri.
Amanda tidak segera
menyambut ajakan itu. Ia berusaha keras menemukan titik lemah dari pria kekar
di depannya ini. Ia mencoba menebus bola mata hitam Eric, mencari- cari apakah
Eric sengaja menolongnya untuk kemudian menghancurkannya nanti. Suatu pikiran
terlintas di benak Amanda. Aku harus mengalahkannya. Dengan bersikap menyambut
tangan yang disodorkan Eric untuk menolongnya, Amanda bertumpu pada tangan itu,
mencoba berdiri dan……
‘’Ouch….apa yang kau
lakukan nona?’’ teriak Eric dengan wajah merah padam yang mengkerut. Amanda
memutar balikkan lengan kanan Eric dan menahan lengan itu dengan tangan kirinya
sendiri.
‘’Apa? Kenapa? Kau
kesakitan? Ohhh kasihan sekali!’’ Amanda terkekeh sambil menunjukkan wajah
mencemooh di depan Eric. Eric yang merasa sudah dipermalukan segera menemukan
cara untuk menyerang wanita cantik di hadapannya ini. Akan tetapi…ah ia tak
mampu melakukannya. Eric tak mau menyakiti wanita ini. Suatu pikiran terbersit
di benak Eric. Sial, wanita ini cantik dan tangguh. Ah, apa aku jatuh cinta padanya?
Ya, memang aku sudah mencintainya sejak pertama kali kami bertemu di National
Gallery. Tidak. Tidak Eric. Fokus. Dia
bisa saja menyerangmu.
Dengan tangan kiri
Amanda yang masih menahan lengan kanan Eric, Eric berusaha untuk melepaskan
tangan kanannya dari cengkeraman kuat Amanda. Sial, kenapa wanita ini begitu
kuat? Maksudku, sangat tangguh untuk ukuran wanita sepertinya. Eric masih
bertanya- Tanya dan tetap berusaha melepaskan cengkeraman Amanda di tangan
kanannya. Dengan sekali dorongan, ia berhasil meloloskan diri, dan dengan tidak
memberikan kesempatan untuk Amanda, ia segera menyerang wanita itu kembali
dengan meringkus kedua tangannya dan mengarahkannya kea rah dinding. Ia merebut
pisau kecil di tangan Amanda dan menjatuhkannya ke lantai. Dengan menekan
Amanda ke arah dinding, Eric mendekatkan wajahnya ke wajah Amanda dan menemukan
suatu kemarahan yang luar biasa di dalam bola mata hitam wanita it. Amanda
benar- benar menginginkan uang 2 milliar itu. Eric yakin sekali akan hal itu.
Tapi, kau salah besar Amanda, ujar Eric di dalam hati. Kau tidak tahu siapa dan
apa sebenarnya diriku ini. Apa yang dulu sudah dilakukan orang- orang padakulah
yang membuatku seperti ini. Kau salah besar menilaiku Amanda.
‘’Kau tidak akan
kemana- mana nona manis. Kau akan tetap tinggal di apartemenku untuk sementara
waktu hingga kau tidak berniat lagi menangkapku dan melaporkanku pada polisi!’’
Eric mencoba meyakinkan Amanda.
‘’Kau kira aku idiot,
brengsek? Aku tidak semudah itu diperintah dengan omong kosongmu itu. Mana mungkin
aku akan berhenti dalam misi ini!’’ Amanda berteriak dengan suara yang mantap.
‘’Terserah kau saja.
Aku akan pergi sebentar, dan kau tinggal disini. Aku memiliki kemeja di lemari
untuk kau pakai. Ada sedikit makanan di kulkas. Kalau habis, kau bisa
menghubungiku. Di meja makan terdapat makanan siang dan aku tidak akan
memakannya siang ini, karena aku sudah berjanji untuk makan di luar bersama
teman sekolegaku!’’ Eric berkata dengan suara lunak sambil berjalan kea rah
pintu kamarnya. Amanda merasa heran dengan sikap Eric. Kenapa ia malah
menawariku makanan dan tinggal disini? Aneh. Bukankah seharusnya ia menyerangku
karena sedang berusaha menangkapnya dan melaporkannya pada polisi? Benar- benar
tidak bisa ditebak, pikir Amanda. Ia tetap bersikap waspada kalau- kalau Eric
hanya berpura- pura melakukan semua ini.
‘’Maaf nona, kuncinya
akan kubawa dan aku akan kembali lagi!’’ seru Eric sambil memutar gerendel
pintu dan terdengar bunya klik pertanda pintu sudah dikunci.
Amanda, dengan
perasaan bingung dan takut, segera berlari kea rah pintu dan terlambat untuk
membukanya. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi, ia penasaran dengan
apa yang disembunyikan Eric di apartemennya ini, namun di sisi lain ia merasa
takut kalau- kalau Eric kembali lagi sambil membawa anak buahnya. Amanda harus
tetap waspada.
Ia berbalik dan
mengamati seluruh isi apartemen Eric itu. Amanda tidak heran dengan kemewahan
yang ia temui di ruangan itu, sebab ia yakin sekali bahwa Eric mendapatkan
semua ini dari hasil curiannya. Kasur yang empuk dengan pendingin ruangan sekaligus
perapian yang hangat membuat suasana di apartemen itu terasa nyaman. Di salah
satu meja, Amanda menemukan sekumpulan boneka kecil yang lucu dihiasi dengan
indahnya lampu- lampu kecil yang menggantung di dinding disamping mereka. Aneh,
Eric terlihat seperti pria kekar dan tangguh. Tapi kenapa ia menyimpan banyak
boneka? Lihat, ada boneka Barbie juga. Dasar aneh, pikir Amanda. Entah apa yang membuat Amanda mengantuk, namun
ia yakin sekali suasana apartemen yang sangat nyaman itulah yang membuatnya
ingin segera tertidur. Tapi..tidak. tidak Amanda. Kau harus tetap berjaga- jaga
hingga Eric kembali lagi. Kau tak boleh lengah. Pikiran di dalam benak Amanda
mengajaknya untuk tetap waspada, namun kedua matanya tidak bisa diajak untuk
kerjasama dengan pikiran Amanda. Sambil merebahkan diri di kasur yang empuk
itu, Amanda memejamkan mata dan tertidur……………
***
Matahari sore terbenam
di ufuk barat ketika Amanda melihat pemandangan itu masih dengan setengah tidak
sadar melalui jendela kaca besar apartemen Eric. Amanda berjalan ke kamar mandi
dengan lunglai untuk mencuci muka.
Amanda benar- benar perlu untuk mencukupkan tidurnya setelah semalaman suntuk
ia memikirkan bagaimana caranya untuk bisa meringkus Eric dan juga menyelesaikan
tugas- tugas menyebalkan yang diberikan dosen padanya. Ia memutar keran air di
westafel, membasuh muka, dan menatap wajahnya di cermin. Wajah lelah
menampakkan diri melalui cermin yang ia lihat dan Amanda hanya bisa mendesah.
Gila, aku tertidur selama 2 jam di tempat orang asing. Di tempat seorang
pencuri, pikir Amanda. Ia menatap cermin sekali lagi dan……...
Ia menyadari terdapat
sesuatu yang berbeda di dirinya. Ya, apa itu yang kupakai? Pikirnya. Amanda
melihat pantulan dirinya di cermin sedang menggunakan kemeja lengan panjang
berwarna putih dengan hanya memakai celana dalam saja. Ia pun segera menyadari
bahwa itu sudah pasti Eric yang mengganti bajunya ketika ia tertidur. Ah,
berarti ia sudah pulang. Tapi kenapa ia tidak memunculkan diri sejak aku
terbangun tadi? Amanda bertanya- Tanya. Masih penuh dengan keraguan, ia segera
menuju bath-up, membuka kancing kemejanya, dan segera memanjakan diri dengan
air hangat yang keluar dari shower. Ia butuh kesegaran. Ia butuh mandi. Setelah
beberapa menit, Amanda berjalan ke pintu kamar mandi untuk mengambil handuk
yang tergantung di balik pintu. Hingga tiba- tiba..
BRAAKKKKK!!!!
Seseorang mendorong pintu kamar mandi dengan keras hingga terbuka. Amanda yang
sama sekali belum sempat melilitkan handuk itu di badannya tertegun dengan
wajah kaget yang luar biasa. Di depannya, seorang pria kekar dan tampan berdiri
dengan gagahnya dengan menunjukkan wajah kaget juga. Eric.
Ia terpana melihat
pemandangan indah yang disuguhkan di depannya. Amanda dengan tubuh yang indah,
berkulit eksotis, sedang berdiri di depannya tanpa menggunakan sehelai
benangpun yang melilit di tubuhnya. Mata
Eric segera tertuju pada kedua gundukan indah di sekitar dada Amanda dan
langsung mengaguminya. Eric ingin sekali membelai dan memagut kedua gundukan
indah itu di tangannya. Ukurannya sangat pas untuk genggaman seorang pria
seperti dirinya. Lalu, seperti sudah terdorong untuk melakukannya, Eric juga
melihat sebuah bulu halus yang tumbuh di antara kedua kaki Amanda yang jenjang.
Pemandangan yang indah, pikir Eric.
Amanda, yang masih
diam terpana dengan kekekaran pria tampan di hadapannya segera melilitkan
handuk di tubuhnya dan mendadak marah.
‘’Kau! Apa yang kau
lakukan disini? Masuk tanpa izin. Tidakkah kau mendengar suara air dan menandakan
bahwa seseorang sedang mandi? Lain kali kau harus belajar sopan santun!’’
Amanda menentang pria di hadapannya.
‘’Aku baru saja tiba
dan tidak mendengar apa- apa. Aku ingin mencuci muka dan aku tentunya bebas
memasuki kamar mandiku sendiri. Dan salahmu sendiri. Kenapa pintunya tidak kau
kunci?’’ Eric segera membasuh mukanya di westafel.
Sial, pikir Amanda. Ada benarnya juga dia.
Kenapa aku tidak mengunci pintunya tadi? Ah dasar bodoh. Pelupa, teriak Amanda
di dalam hati. Eric kembali berujar:
‘’Lagipula, kurasa kau
juga harus belajar sopan santun nona. Kalau kau mengatakan aku masuk tanpa izin
dan melanggar sopan santun, lalu bagaimana denganmu yang masuk tanpa izin ke
apartemenku sambil menodongkan pistol dan pisau bodohmu itu?’’ Eric tersenyum
terkekeh.
Amanda merasa Eric
pintar memutarbalikkan kata. Dia memang benar. Tetapi dalam kasus seperti ini,
bukan ia yang harus belajar sopan santun, tapi Eric.
‘’Ya, aku masuk ke
apartemenmu tanpa izin demi tugas suci untuk menangkap seorang pencuri. Dan
kurasa itu berterima dan bukan merupakan suatu kesalahan. Kau lah yang butuh
belajar sopan santun. Lagipula kau memang butuh belajar itu setelah kau
mengganti bajuku menjadi kemeja lengan panjang saat aku tertidur. Kau apakan
aku? Berani- beraninya membuka bajuku saat aku tertidur!’’ Amanda mencibir
Eric.
‘’ Tenang Amanda. Aku
sudah dilatih untuk menyerang musuh di dalam kegelapan tanpa cahaya sedikitpun
tanpa aku harus melihat mereka. Aku
hanya butuh insting perasa dan aku memiliki itu. Jadi, itu berarti aku bisa mengganti
pakaianmu dengan kemejaku tanpa melihatmu sama sekali!’’ ujar Eric dengan suara
mantap. Amanda terdiam dan diam- diam mengagumi bakat pria itu. Entah apa yang
membuatnya berpikir bahwa Eric itu adalah seorang pria hebat. Dan ia tertarik
dengan pria yang membuatnya penasaran.
Tetapi, Amanda kembali teringat dengan misinya. Sambil mengganti pakaian dan merapikan rambutnya, ia memakai sepatu bootnya.
Tetapi, Amanda kembali teringat dengan misinya. Sambil mengganti pakaian dan merapikan rambutnya, ia memakai sepatu bootnya.
‘’Hey..kau pikir kau
akan pergi kemana Amanda? Kau akan tetap tinggal disini untuk sementara
waktu!’’ teriak Eric sambil menutup pintu dan menguncinya.
‘’Ini sudah sementara
waktu dan aku harus pulang untuk menemui teman- temanku. Aku ada janji
pertemuan dengan mereka mala ini!’’ Amanda berjalan kea rah Eric, mencoba
menyingkirkan tubuh Eric yang masih menghalangi pintu.
‘’Hohoho…Itu tidak
akan kubiarkan. Kau pikir aku idiot? Kau pikir aku akan membiarkanmu menemui
teman- teman bodohmu itu, lalu melaporkanku pada polisi dan menggeledah
apartemenku? Kau tahu, sejauh ini, hanya kau yang tahu dimana aku tinggal
karena sejak awal kita bertemu, aku sudah mengatakannya padamu!’’ Eric
memamerkan deretan gigi putih sambil tertawa mencemooh.
Amanda merasa
dipermainkan dan mulai menerjang Eric dengan menggunakan skill bela
dirinya. Sejujurnya, Eric kagum dengan
kemampuan wanita di hadapannya ini. Akan tetapi, ia sudah memiliki cara untuk
menyelesaikan masalah seperti ini. Ia berhasil menangkap kedua tangan Amanda,
mengikatnya ke belakang dan membungkam mulut Amanda dengan satu tangan. Eric
sudah berjanji ia tidak akan menyakiti Amanda. Hanya saja, Amanda harus dibuat
tenang terlebih dahulu untuk kemudian tahu siapa dirinya yang sebenarnya.
Dengan berhati- hati, Eric mengambil tali pengikat yang ada di atas lemari,
melilitkan tali itu di pinggangnya dan pinggang Amanda, dan meletakkan tumpuan
tali di tengah- tengah lantai apartemen Eric. Melalui jendela belakang
apartemen, Eric menuruni lantai 5 apartemennya sambil berpegang kuat pada tali
dan masih menggendong Amanda di pelukannya. Ia melewati dinding luar belakang
apartemen dengan hati- hati. Ia tahu orang- orang akan mengenalinya, oleh
karena itu ia segera memakai penutup kepala sebelum para petugas apartemen
menyadarinya. Amanda merasa jantungnya berdegup dengan cepat saat mereka mulai
menuruni lantai demi lantai dengan menggunakan tali dan bertumpu pada dinding
belakang apartemen. Suasan di belakang apartemen gelap. Pantas saja Eric
memilih lewat belakang, gumam Amanda. Ia tak bisa berteriak sama sekali sebab
Eric sudah membungkam mulut Amanda dengan plester hitam dengan sangat eratnya.
Kedua orang petugas
apartemen segera melihat Amanda dan Eric yang
masih bergantung pada tali di dinding. Sebentar lagi mereka akan
menginjak tanah. Namun, kedua petugas itu segera menodongkan pistol ke arah
Eric. Tetapi, mereka terlambat. Eric sudah menekan tombol pistolnya terlebih
dahulu dan segera mengarahkannya ke arah dada kedua petugas itu . Amanda segera
menyadari bahwa mereka belum mati. Pistol yang dimiliki Eric bukanlah pistol
untuk membunuh orang. Akan tetapi hanya membuat orang tidak sadarkan diri untu
sementara waktu.
‘’Dengar Amanda, aku
tidak akan pernah membunuh orang yang tidak memiliki masalah denganku! Kedua
petugas itu hanya menjalankan tugasnya dengan baik untuk menjaga keamanan
apartemen ini. Jadi, aku hanya membuat mereka tidak sadarkan diri untuk
sementara waktu!’’ ujar Eric sambil berlari membawa Amanda kearah mobil sedan
hitam yang terparkir di belakang apartemen.
Aku tahu, dasar idiot!
Pikir Amanda. Ayahku pernah menjadi tentara dan aku tahu bentuk pistol yang kau
gunakan tanpa kau menjelaskannya. Amanda
hanya bisa mengikuti apa yang diperintahkan Eric padanya. Setelah ia bebas
nanti, ia bersumpah ia akan mencincang Eric hingga menjadi potongan- potongan
kecil.
Ketika di dalam
perjalanan, Eric mengatakan sesuatu yang membuat Amanda terkejut.
‘’Aku ingin jujur
padamu. Sejak pertama kali kita bertemu di National Gallery waktu itu, aku
sudah menyukaimu dan jatuh hati padamu. Aku tidak berbohong. Dan aku berjanji
untuk tidak pernah menyakitimu seumur hidupku! Kalau aku tidak menyukaimua,
mungkin aku sudah menewaskanmu di apartemenku saat kau masuk tanpa izin!’’ Eric
menepikan mobil sedan itu dan menatap wajah Amanda dan menunjukkan kesungguhan
yang luar biasa. Di kanan kiri mereka, terdapat hutan yang lebat dan deretan pohon- pohon pinus yang berhembus ditiup angin
malam. Merasa sudah aman, Eric segera melepaskan plester yang menutupi mulut
Amanda. Amanda segera menghirup nafas dalam- dalam dan menatap Eric dengan
kebencian yang sangat mendalam.
‘’Kau kira aku akan
percaya padamu idiot? Aku bersumpah aku tak akan pernah berpacaran dengan
seorang pencuri sepertimu! Aku tak mau berurusan denganmu!’’ teriak Amanda.
‘’Terserah apa katamu!
Aku sudah jujur!’’ Eric kembali menghidupkan mesin mobil sedan dan mulai menyetir
menembus kegelapan malam di jalanan yang penuh dengan pohon pinus itu. Sebentar
lagi, mereka akan tiba di Barkeley Square, rumah paling angker yang ada di
London. Rumah yang menjadi markas besar Eric bersama kedua teman baiknya yang
menjaga hasil curian mereka di rumah itu. Mereka beroperasi selama yang mereka
mau, menggunakan computer canggih yang mereka dapatkan dari uang hasil curian
mereka.
***
Amanda tersadar dari
lamunannya. Bagaimana bisa ia menemui seseorang seperti Eric? Sial. Aku
seharusnya tidak menggubrisnya waktu kami bertemu di National Gallery. Kini,
Eric sedang mengancamnya. Mengancamnya untuk mati jika ia tidak menerima cinta
Eric. Eric segera mengunci pintu depan Barkeley Square, dan masih dalam keadaan
gelap, ia membimbing Amanda menuju ruangan lain diruang bawah tanah rumah
angker itu. Merasa sudah aman, Eric segera melepaskan tali ikatan yang mengikat
kedua tangan Amanda.
Kali ini, Amanda tidak ingin melakukan kebodohan yang sama
dengan menerjang Eric. Ia hanya terdiam sambil bersikap waspada dengan segala
kemungkinan yang terjadi.
‘’Perkenalkan ini kedua temanku, Steven dan Justin!’’ Eric
mengajak Amanda untuk berkenalan dengan Steven dan Justin. Mereka berjabat
tangan. ‘’Kau bisa istirahat sebentar sementara aku akan tidur untuk 2 jam!’’
tambah Eric sambil memasuki ruangan lain yang Amanda pikir adalah sebuah kamar.
‘’Ehm…menyenangkan bukan memiliki seorang pacar seperti
Eric? ‘’ Steven yang bermata biru dan rambut pirang dengan wajah tirus segera
membuka percakapan dengan Amanda sambil menatap layar komputernya.
‘’Menyenangkan kau bilang? Aku bahkan tidak berpacaran dengannya! Dia itu
kasar dan tidak sopan!’’ balas Amanda.
‘’Apa kau yakin nona? Selama ini dia banyak bercerita
tentang dirimu. Betapa lucunya kau saat tertawa, kau pintar dengan memiliki
segudang prestasi di kampus, dan kau mengajarinya bahasa Perancis.!’’ Steven tersenyum sambil mengangkat alis
kanannya .
Amanda terdiam. Ia tidak menyangka Eric sudah banyak
bercerita tentang dirinya pada kedua temannya ini. Apakah Eric benar- benar
mencintainya? Ah, Amanda harus tetap mencari tahu meskipun sudah ada beberapa
bukti yang menurut Amanda sangat kuat untuk menunjukkan bahwa Eric benar- benar
mencintainya. Salah satunya, Eric tidak melukai dirinya pada saat ia tertidur
di apartemennya. Eric justru menyediakan makanan untuknya. Dan lagi, ia bisa
saja membunuh Amanda saat itu juga. Tapi kenapa Eric tidak melakukannya? Amanda
harus mencari tahu.
‘’Lihat ini. Ia menyimpan banyak fotomu dan mengambilnya
pada saat kau tidak sadar. Lihat ini ketika kau sedang membaca buku di National
Gallery!’’ ujar Steven sambil menunjukkan beberapa foto Amanda di layar
computer. Amanda melihat dirinya sedang membaca buku di National Gallery,
Amanda melihat dirinya sedang tertawa lepas saat menikmati kopi dingin di
Burgin & Burke, dan Amanda melihat dirinya sedang menulis dengan serius di meja perpustakaan
kampusnya. Amanda ingat itu semua. Semua foto ini diambil pada saat ia sedang
menikmati waktu berdua dengan Eric. Astaga,
Eric tertarik padaku. Tapi, apa yang harus kuperbuat? Pikir Amanda. Aku
membutuhkan uang 2 milliar itu dan misi ini bergantung di tanganku.
Tapi,,,tapi,,, bagaimana jika aku benar- benar mencintai Eric juga? Oh
tidak…dia itu seorang pencuri dan menjadi buronan polisi di tujuh negara.
Amanda tidak menanggapi Steven yang masih menunggu jawaban
dari dirinya. Ia justru melangkahkan kaki dengan pelan untuk mengitari ruangan
itu. Tempat ini benar- benar menyeramkan, pikir Amanda. Matanya tertuju pada
sebuah laci dengan kunci yang tergantung disana. Dengan pelan namun pasti, ia
memutar kunci tersebut dan terdengar bunyi ‘’klik’’. Steven dan Justin
sepertinya sedang terlibat dalam percakapan serius sambil terus mentatap layar
computer mereka. Amanda merasa punya kesempatan untuk memperhatikan isi laci
tersebut. Hanya terdapat sebuah amplop coklat besar. Amanda meraih amplop
tersebut dan memeriksa isinya. Hal pertama yang ia temukan adalah sekumpulan foto
dengan wajah pria- pria yang berbeda. Ia melihat wajah Eric di salah satu foto
dan itu masih baru. Tertera tahun pengambilan foto disana. 2014. Lalu, Amanda
menyadari sesuatu. Semua foto itu memiliki tanda tangan yang sama di bagian
belakang. Hanya saja, nama yang tertera dibawah setiap tanda tangan adalah
berbeda. Foto di tahun 2005, terdapat nama Thompson. Foto di tahun 2006,
terdapat nama Sebastian. Foto di tahun 2008, terdapat nama Harry. Foto di tahun
2010, terdapat nama Louis. Foto di tahun 2012, terdapat nama Joe. Foto di tahun
2013, terdapat nama Thomas. Dan terakhir, foto di tahun 2015, terdapat nama
Eric. Ya, Eric dengan wajahnya yang sekarang. Tiba- tiba Amanda ingat perkataan
Mark saat mereka membicarakan tentang Eric.
‘’Amanda, ingat aku juga bisa melihat apa yang dia lakukan dengan
website- website rahasianya itu. Aku juga sudah lama belajar akan hal itu. Aku
bisa membaca obrolannya dengan orang- orang terdekatnya dan mengancam mereka
untuk tidak melaporkannya pada polisi. Lihat ini. Ini foto- fotonya nya
terdahulu. Berbeda dengan yang sekarang. Itu berarti ia sering melakukan
operasi plastic agar wajahnya tidak dikenali oleh polisi. Dan, perlu kau tahu,
mungkin saja nama aslinya bukan Eric!’’
Mark sudah lebih dulu melacak keberadaan Eric dan mungkin
saja ia benar. Eric mengubah wajahnya setiap tahun agar orang- orang dan polisi
tidak mengenalinya. Ia juga mengganti namanya setiap tahun. Wow! Nekat sekali
ia. Jadi, siapa nama sebenarnya? Pikir Amanda.
Seolah membaca pikiran Amanda, Justin segera mengatakan:
‘’Well, itu masa lalunya. Sangat mengkhawatirkan. Aku ingat
saat pertama kali ia dijebloskan ke dalam penjara hanya karena menolong seorang
anak perempuan yang sedang disakiti oleh anak Perdana Menteri Inggris keparat
itu disaat Eric berumur 13 tahun. Ia
hanya menampar wajah anak itu dan mengakibatkannya masuk penjara Inggris hanya
karena ia menampar anak seorang Perdana Menteri! Hah, sungguh tidak adil! Entah
apa yang membuat Perdana Menteri Inggris sangat membenci Eric. Tapi aku yakin,
itu semua ada hubungannya dengan Ayah Eric. Ayah Eric pernah memalukan sang
Perdana Menteri saat Ayah Eric mendapatinya melakukan kecurangan dalam politik.
Disamping itu, Perdana Menteri telah memperkosa calon istri dari Ayah Eric
karena ia tertarik dengan wanita itu. Berhubung wanita itu tidak tertarik pada
sang Perdana menteri dan mencoba melarikan diri, ia justru diperkosa dan dibunuh saat itu juga. Mengetahui
perbuatan itu, Ayah Eric tidak ambil diam dan segera menghajar sang Perdana
Menteri. Sayangnya, tidak ada yang percaya pada Ayah Eric saat ia berada di
ruang sidang pengadilan. Tak ada saksi yang melihat kejadian wanita itu
diperkosa. Ayah Eric hanya pria biasa- biasa saja tanpa penghasilan yang
memadai, sehingga ia tak mampu menyewa pengacara. Alhasil, ia kembali
dijebloskan ke dalam penjara atas tuduhan perkosaan yang sama sekali tidak ia
lakukan. Di dalam penjara, nasibnya justru lebih buruk. Ia dihajar habis-
habisan oleh komplotan penjahat yang menantangnya untuk berduel. Kekerasan itu
berlangsung dengan lama hingga ia berhasil belajar bela diri di dalam penjara
itu sendiri. Ia mulai melawan komplotan penjahat lainnya. Setelah 4 tahun dipenjara, Aya Eric
dibebaskan. Saat itulah ia jatuh cinta dengan seorang wanita yang bekerja di
sebuah toko roti. Seharusnya Ayah Eric senang dengan keberadaan wanita itu.
Hanya saja, semua harapannya bernanding terbalik. Wanita itu selalu menuntut
harta yang banyak dari Ayah Eric disaat Eric belum bisa bekerja apa- apa selain
membantu istrinya berjualan roti di toko itu. Hingga lahirlah Eric, seorang
bayi tampan yang memiliki wajah yang mirip dengan Ayahnya dan mata yang indah
seperti Ibunya. Tetapi, terdapat sesuatu yang kurang di dalam diri Eric. Anak
itu buta sejak ia mulai bernafas. Ibu Eric yang tidak menerima keadaan itu
segera memaksa suaminya untuk
menitipkannya di panti asuhan dan berjanji tidak akan pernah mau melihat Eric
lagi. Ayah Eric marah besar saat mengetahui keinginan istrinya itu. Ia tak mau
menitipkan Eric di panti asuhan. Ia berjanji bahwa ia akan membuat Eric bisa
melihat suatu saat nanti. Awalnya, Ibu Eric setuju dengan perjanjian itu.
Namun, itu semua hanyalah kepura- puraan. Saat Eric sedang tidak ada di rumah,
wanita itu mencoba menenggelamkan bayi Eric di dalam bak mandi. Beruntung, Ayah
Eric segera datang dan memergoki istrinya berbuat demikian. Tak segan- segan ia menampar wanita itu dan
menuduhnya gila. Wanita itu, yang sudah tidak menginginkan Eric lagi meminta
Ayah Eric untuk menceraikannya dengan alasan pria itu tidak bisa menghidupi keluarganya
dan ia tidak mau memiliki anak yang buta. Ayah Eric pun menceraikan wanita itu
dan tetap melindungi Eric hingga Eric berumur 13 tahun. Ayahnya menceritakan
kisah hidupnya pada Eric dan mengajari Eric tehnik bela diri. Disaat itulah
Perdana Menteri Inggris kembali melakukan pencarian pada Ayah Eric. Ia tidak
puas untuk tidak menyakiti Eric. Tanpa sepengetahuan Ayah Eric, ia mengirimkan
komplotan anak buahnya untuk segera membunuh Ayah Eric. Disaat itu juga, Ayah
Eric tewas. Tinggallah Eric sendirian, hidup sebatang kara dan ia menemukan
kami berdua di Panti Asuhan St. Hall Santiago. Kami berteman sejak saat itu
dank karena kami tidak memiliki apa- apa, kami terpaksa mencuri dan mencopet.
Bahkan tak segan- segan kami memaksa seorang wanita di sebuah toko makanan
untuk memberikan makanan pada kami secara gratis. Saat itulah ia mulai mengenal
dunia kekerasan. Berbekal ilmu bela diri yang diajarkan Ayahnya padanya, ia pun
menolong seorang perempuan kecil yang sedang diganggu oleh anak sang Perdana
Menteri yang juga masih berumur 13 tahun. Ia hanya menampar wajah anak sang
Perdana Menteri, dan keadilan tidak berpihak padanya. Ia dijebloskan ke dalam
penjara untuk satu tahun. Setelah ia
bebas, ia kembali bersama kami dan disinilah kami. Kami tidak mempunyai rumah
dan kami nekat untuk menempati Barkeley Square ini. Kami diam- diam masuk ke
dalam rumah ini, meskipun awalnya kami takut karena menurut cerita orang-
orang, rumah ini berhantu. Tapi, sejauh ini kami tidak pernah dihantui. Setelah itu, Eric memiliki keinginan untuk
balas dendam dengan sang Perdana Menteri beserta komplotan anak buahnya. Tanpa
perasaan bersalah, kami mencuri uang Perdana Menteri dan berhasil masuk ke rumah pribadinya. Kami
pun membunuh beberapa anak buahnya dengan pistol rakitan kami sendiri. Saat itu
kami berusia 17 tahun. Karena Eric memiliki tehnik jitu dalam mencuri, ia tidak
hanya mencuri uang tunai dari dalam lemari sang Perdana Menteri, akan tetapi ia
juga meretas website resmi Kementerian Inggris dan website pribadi sang Perdana
Menteri. Ia lakukan itu semua, hingga ia mendapatkan banyak uang dan membantu
kami berdua hingga kami bisa hidup seperti sekarang ini. Tetapi, Eric tidak
hanya berhubungan dengan Perdana Menteri Inggris saja. Sebab ia juga memburu
komplotan anak buah sang Perdana Menteri yang pernah menewaskan Ayahnya. Mereka tinggal di tujuh negara seperti
Maroko, Spanyol, Perancis, Italia, Australia, Jepang, dan disini, Inggris.
Sejak umur 17 tahun itulah ia sering keluar masuk penjara dan disiksa dengan
amat sangat. Eric mengubah wajahnya setiap tahun agar polisi tidak mudah
mengenalinya. Wajahnya yang asli adalah pada saat ia berumur 13 tahun dan ia
tidak memiliki foto dirinya disaat ia berumur 13 tahun. Dan Eric yang sekarang
sudah tidak seperti dulu lagi. Ia tidak mudah ditipu, ia punya tehnik jitu, dan
ia masih ingin membalaskan dendam dengan sang Perdana Menteri atas kematian
Ayahnya dan ia sangat membenci Ibunya yang telah mencampakkannya. Hidup ini
keras Amanda!’’ Justin menyudahi kisah perjalanan hidup Eric yang mengharukan.
Tanpa sadar, Amanda menitikkan air mata dan terduduk dalam diam. Anggapan
orang- orang terhadap Eric selama ini adalah salah. Ya, dia memang pencuri
namun ia punya alasan untuk itu. Perdana Menteri Inggris keparat itulah yang
seharusnya berada dalam keterpurukan, bukan Eric. Polisi menjadikan Eric
buronan karena ia sudah banyak mencuri dan menghabisan anak buah Perdana
Menteri Inggris di tujuh negara. Kali
ini, Amanda menjadi bimbang. Ia memang tidak seharusnya melaporkan Eric pada
polisi. Namun, jika ia berhubungan dengan Eric, akan berbahaya bagi dirinya
nanti. Ia akan menjadi buronan polisi juga. Ia ingin memiliki masa depan dan
bekerja sebagai wanita karir, lalu hidup bebas tanpa diketahui oleh polisi. Apa
mungkin ada cara lain?
***
Awan mendung yang menggantung di langit terlihat menyeramkan
seperti bayangan putih yang siapa menerkam siapa saja. Malam yang dingin tanpa
bintang , dengan suara jangkrik yang saling bersahutan menambah suasana semakin
mencekam. Eric dan Amanda menerobos pintu masuk ke arah atap apartemen Eric.
Eric tak menyangka bahwa seluruh isi apartemennya telah diobrak abrik oleh
polisi- polisi Inggris beserta anak buahnya disaat ia sedang tidak ada disana.
Kertas- kertas berserakan, sofa seperti baru saja dicabik- cabik oleh binatang
buas, kursi dan meja makan berada dalam posisi terbalik. Sekarang, polisi-
polisi itu sudah mengetahui tempat tinggalnya. Beruntung, sejauh ini mereka
belum mengetahui markasnya bersama Justin dan Steven di Barkeley Square. Eric
yakin polisi- polisi tersebut tidak akan melacak rumah itu karena rumah itu
sudah dianggap tidak berpenghuni lagi. Dengan sikap waspada, Eric dan Amanda
mencoba melihat kebawah melalui atap gedung apartemen. Tiba- tiba, Eric
berkata.
‘’Lihat itu. Ada dua pemburu yang sepertinya mengincar kita.
Pertama, pemburu yang berdiri di dekat tiang lampu itu, lalu pemburu berbaju
hitam yang duduk di depan toko itu!’’ Ujar Eric sambil mengarahkan teropongnya
ke bawah sana, ditempat keramaian di jalan raya. Amanda segera mengarahkan
teropongnya kea rah jalan.
‘’Astaga, bagaimana bisa kau semudah itu mengenali kedua
pemburu itu? ‘’Alis Amanda berkerut.
‘’Yah, aku sudah dilatih untuk itu. Mereka terlihat seperti
orang biasa saja. Namun alat pendeteksi di tangan kiriku bisa melacak
keberadaan benda tajam yang ada di saku mereka. Sekarang, kuharap masukkan
ponsel dan barang- barang penting lainnya di tas ransel yang sedang kau pegang
itu. ,Tas itu sudah dilindungi alat pemindai yang melindungi setiap barang agar
alat pelacak si pemburu tidak dapat menembusnya!’’ Ujar Eric mantap.
‘’Bagaimana mungkin ada tas seperti itu!’’ bantah Amanda.
‘’Kau ini keras kepala Amanda sayang. Sekarang teknologi
sudah semakin maju dan bukan tidak mungkin aku memiliki tas seperti itu!’’ Eric
tersenyum meyakinkan. ‘’Baiklah kita harus kebawah dengan menggunakan tali ini.
Kita akan memanjat melalui dinding belakang dan kita akan berhenti tepat di
lantai 2. Disitu ruangan kosong dan banyak tempat untuk bersembunyi. Kita bisa
bersembunyi kalau saja mereka mengejar kita di setiap lantai!’’ Eric
menambahkan.
Entah mengapa, Amanda percaya begitu saja dengan apa yang
diucapkan Eric dan ia merasa nyaman untuk selalu berada di sampingnya. Sejauh
ini, ia tidak sedang berada dalam bahaya. Meskipun agak takut, Amanda mencoba
memberanikan diri untuk bertumpu pada tali dan dinding yang mengarahkannya
untuk turun kebawah. Pelan namun pasti, Eric membantu Amanda mendarat di
jendela apartemen di lantai 2 hingga mereka mendengar suara: ‘’ITU MEREKA!
TEMBAK!’’
Suara helicopter yang memekakkan telinga segera mengeluarkan
tembakan yang bertubi-tubi kearah jendela kaca apartemen lantai 3 itu. Amanda
dan Eric segera berkelit untuk menghindari serangan yang bertubi- tubi itu.
Lengan kanan Eric tertembak dan mengeluarkan banyak darah. Mereka berusaha bersembunyi
di balik sebuah loker pakaian usang dan masuk ke dalam nya. Tak lama mereka
mendengar suara- suara langkah kaki menuju lantai 3. Para polisi beserta anak
buah mereka.
‘’DIMANA KEPARAT ITU? KELUARLAH KAU ATAU KAU AKAN DISIKSA
NANTINYA!’’ teriak seorang polisi. Kembali terdengar suara ribut- ribut. Eric
berasumsi sepertinya mereka sedang berdebat mengenai tempat persembunyiannya
dengan Amanda saat ini. Eric memeluk Amanda di dalam loker, merasakan detak
jantung wanita itu berdegup dengan cepat, pertanda ia sedang ketakutan setengah
mati. Di dalam hati, Eric merasa bersalah karena telah membawa wanita ini masuk
ke dalam hidupnya yang berbahaya. Tetapi, ia bersumpah ia akan berusaha sekuat tenaga untuk melindungi
wanita yang dicintainya ini. Ia tak akan membiarkan siapapun menyakitinya. Dan
ia harus menyembunyikan identitasnya sebagai kekasih dari wanita ini. Amanda
merasakan darah segar yang masih mengalir dengan deras melalui lengan kanan
Eric yang tertembak. Ia merasa kasihan dengan Eric. Apa yang harus ia perbuat?
Ia harus menunggu sampai keadaan aman untuk segera menutupi luka Eric dengan
perban yang ada di dalam tas ranselnya. Samar- samar, suara- suara pun
menghilang diikuti langkah kaki yang berjalan menuju lift ke lantai bawah.
Setelah dirasa aman, dengan segera Eric dan Amanda keluar
dari loker tersebut. Amanda segera mengeluarkan perban putih dari dalam tasnya
dan melilitkannya dengan hati- hati di lengankanan Eric. Keduanya menghmbuskan
nafas lega.
‘’Sekarang kita harus menyamar dan menggunakan seragam
seperti para polisi itu untuk bisa melarikan diri!’’ ujar Eric.
‘’Tapi, aku takut. Mereka akan mudah menemukan kita.
Ditambah lagi, mereka sudah pasti akan mengenali wajah barumu karena aku yakin
mereka sudah mencari informasi untuk itu!’’ujar Amanda tak yakin.
‘’Tenanglah sayang. Aku akan menggunakan kaca mata hitam ini
untuk sementara. Dan sepertinya ada dua seragam polisi di salah satu loker
disini. Ayo temukan!’’ Ujar Eric sambil berdiri dan mulai mebuka loker satu
persatu. Setelah ia menemukannya, keduanya segera berganti pakaian di tempat
itu juga dalam keadaan darurat. Dengan langkah pasti, mereka menuruni tangga
dan menuju lantai satu yang gelap gulita. Eric segera menyalakan lampu.
‘’Hey kau ini bodoh atau apa? Untuk apa kau menyalakan lampu
di bawah sini,? mereka akan mudah melihat kita melalui cahaya yang ada!’’
protes Amanda.
‘’Sayangku Amanda. Maaf kalau aku lupa memberitahumu
mengenai alat pemindai cahayaku. Aku memiliki alat itu dan menggunakannya saat
ini. Mereka yang diluar tidak akan bisa melihat kita melalui kaca jendela
sekalipun lampu disini menyala, karena pemindai cahaya ini berfungsi untuk
menyembunyikan cahaya sehingga orang- orang tidak bisa melihat kita. Lagi-
lagi, Amanda kagum dengan alat- alat yang dimiliki Eric. Ternyata ia sudah
berlatih begitu banyak agar tidak diketahui oleh musuhnya, pikir Amanda. Mereka
melangkah keluar sambil berpura- pura
menodongkan pistol dan Amanda mengatakan
pada sang Sherif polisi:
‘’Maaf, sir! Kami tidak menemukan siapapun di lantai 3!’’
Sang sheriff menatap kedua polisi palsu di depannya dan
tidak menaruh curiga sama sekali. Untuk sementara mereka berdua aman, hingga
Eric menemukan seseorang diantara para polisi yang menatapnya dengan tatapan
tajam.
Oh tidak, aku tak boleh ketahuan! Pikir Eric. Dengan langkah
cepat, Eric dan Amanda berpura- pura bergabung dengan para polisi untuk
kemudian berencana melarikan diri secepat mungkin.
Hingga akhrinya sebuah tangan mencengkeram bahu Eric dari
belakang. Eric menoleh dan menyadari bahwa orang yang mencengkeramnya adalah
Steven, Steven lah yang menatapnya dengan tajam sejak tadi. Mereka bertiga akhirnya menepi dan mencoba melarikan
diri.
***
‘’Huh, kalau saja kau melakukan sedikit kesalahan saja tadi,
kau akan ketahuan, bung! Untung saja aku segera datang ’’ Ujar Steven
sesampainya mereka berada di Barkeley Square.
‘’Yah sudah lah. Setidaknya itu satu- satunya cara agar aku
dan Amanda bisa meloloskan diri dari kejaran mereka!’’ balas Eric dengan
santainya.
Amanda merasa lega saat ia menyentuh kasur empuk yang ada
disalah satu kamar tidur di Barkeley Square yang menjadi kamar tidur Eric
selama ini. Amanda memang mendapati kamar itu terlihat seram. Namun, kenapa ia
harus takut jika Eric dan kedua sahabatnya justru tidak mendapatkan gangguan
apa- apa selama mereka tinggal disini. Tiba- tiba Eric yang masuk melalui pintu
segera memeluk Amanda dari belakang.
Eric mencumbu leher jenjang Amanda dan menjilati kulitnya.
Amanda menikmati setiap sentuhan yang ia dapatkan. Tanpa sadar, mulutnya
membuka dan mengeluarkan sebuah desahan nikmat. Itu membuat Eric semakin
bergairah dan ingin menikmati setiap inchi dari tubuh Amanda. Eric merebahkan
tubuh Amanda di atas kasur dan disanalah mereka menjalin hubungan cinta mereka
dengan bersatunya 2 tubuh yang saling mencintai. Amanda merasakan puncak
kenikmatan yang luar biasa saat daging keras yang ada di selangkangan Eric
melakukan penetrasi yang mendalam di dalam tubuhnya. Ia merasakan nikmat yang
luar biasa. Ia membutuhkan kehangatan dari pria yang benar- benar mencintainya
sepenuh hati. Setelah keduanya mencapai puncak kenikmatan, Amanda tersenyum dan
berkata:
‘’Hey bajinganku sayang! Berhentilah untuk mengancamku
sekali lagi untu menerima cintamu! Hahaha, dari awal aku sudah mengira kau tak
akan mungkin menyakitiku!’’
‘’Ya, aku hanya bermain- bermain dengan ancamanku. Karena
aku tak mungkin menyakiti wanita yang aku cintai!’’ balas Eric seraya mengecup
kening Amanda.
‘’Dan satu lagi, kurasa aku menyayangimu saat ini. Tidak
seperti saat pertama kali kau mengancamku untuk menerima cintamu. Awalnya
cintaku padamu hanyalah sebuah kebohongan. Aku menerima cintamu supaya aku bisa
membongkar semua rahasiamu. Namun, setelah aku bersamamu, aku mengubah
pikiranku dan aku menemukan sesuatu yang special dari dalam dirimu. Kau
tangguh! Aku mencintaimu Eric! ‘’ ujar Amanda dengan suara meyakinkan.
‘’Aku mencintaimu juga sayang! Tapi, bagaimana dengan teman-
temanmu? Kurasa mereka tidak akan senang dengan kabar ini!’’ ujar Eric.
‘’Aku tidak akan memberitahukan pada siapapun mengenai
hubungan kita. Ini untuk keselamatanku juga. Tapi aku bersumpah aku akan
membantumu jika kau sedang berada dalama masalah Eric! Biarlah sahabat-
sahabatku menentang hubungan kita, aku tak peduli lagi dengan semua itu! Kau
tentunya sudah tahu saat aku bercerita pada mereka bahwa aku tertarik padamu
dan mereka mulai menentangku setelah mereka tahu kau adalah seorang pencuri.
Yang terpenting sekarang adalah mereka tak perlu tahu mengenai hubungan kita.
Kalau mereka tahu, mereka pasti akan menuduhku bekerja sama denganmu dan
melaporkan kita berdua ke polisi!’’ Amanda mencoba meyakinkan Eric.
‘’Baiklah, terserahmu saja nona manis!’’ ujar Eric.
‘’Tapi bukan berarti aku mendukungmu untuk tetap berprofesi
sebagai pencuri. Ayolah Eric, apa kau mau selamanya menjadi buronan? Kau harus
bersumpah padaku kau akan berhenti melakukan tindakan pencurian setelah kau
berhasil membalaskan dendam Ayahmu kepada Perdana Menteri Inggris. Okay?’’
desak Amanda.
‘’Baiklah, demi kau, apa pun akan kulakukan! ‘’ ujar Eric
dengan suara mantap dan segera melumat bibir Amanda. Keduanya kembali melakukan
proses penyatuan tubuh yang membuat cinta mereka semakin kuat.
THE END
***